MOSKWA, KOMPAS.com - Presiden Rusia Vladimir Putin menegaskan negaranya tidak akan berlutut pada tekanan Amerika Serikat (AS), meskipun mengakui bahwa sanksi terbaru dari "Negeri Paman Sam" dapat menyebabkan ekonomi negaranya babak belur di beberapa aspek.
Pernyataan itu disampaikan Putin sehari setelah Washington menjatuhkan sanksi terhadap dua perusahaan minyak terbesar Rusia, Rosneft dan Lukoil, beserta hampir tiga lusin anak perusahaannya.
Langkah tersebut menjadi sanksi pertama yang diberlakukan Washington sejak Donald Trump kembali menjabat sebagai Presiden AS pada Januari lalu.
Baca juga: AS Sanksi Minyak Rusia, Eks Presiden: Ini Namanya Perang
Sanksi baru ini bertujuan memutus sumber pendapatan utama Rusia dari ekspor minyak mentahnya yang menjadi penopang perang di Ukraina.
"Tidak ada negara yang memiliki harga diri akan melakukan sesuatu di bawah tekanan," ujar Putin dalam konferensi pers di Moskwa, sebagaimana dilansir The Guardian, Kamis (23/10/2025).
Putin menyebut, sanksi tersebut merupakan aksi tersebut tidak bersahabat sekaligus upaya yang sia-sia untuk menekan Rusia.
Meski begitu, Putin mengakui bahwa langkah tersebut bisa menimbulkan kerugian tertentu bagi perekonomian negaranya.
Dua juga memperingatkan bahwa kebijakan tersebut akan memicu kenaikan harga minyak dunia.
Baca juga: Trump Sanksi Dua Raksasa Minyak Rusia, India Jadi Ketar-ketir
Putin sempat menyinggung Trump agar memikirkan siapa sebenarnya yang bekerja untuk pemerintahannya, saat mengambil keputusan terkait sanksi terhadap minyak Rusia.
Selain itu, Putin memperingatkan akan adanya respons yang sangat kuat, bahkan luar biasa, jika Rusia diserang menggunakan rudal jelajah Tomahawk buatan AS yang saat ini tengah diincar Ukraina.
Sanksi baru AS tersebut juga melarang negara atau perusahaan mana pun berbisnis dengan dua produsen minyak utama Rusia.
Selain itu, AS juga memutus akses sebagian besar sistem keuangan internasional apabila ada yang ngotot beli minyak Rusia.
Sehari setelah pengumuman tersebut, dua pelanggan terbesar Rusia yakni China dan India dilaporkan mulai mengurangi pembelian minyak mereka.
Baca juga: Zona Maut Ukraina Jebak Ribuan Tentara Rusia, Kelaparan hingga Tewas
Reliance Industries, perusahaan swasta di India sekaligus importir terbesar minyak Rusia di India, menyatakan bahwa pihaknya tengah menyesuaikan kembali kebijakan pembelian mereka.
"Proses penyesuaian impor minyak Rusia sedang berlangsung, dan Reliance akan sepenuhnya mengikuti pedoman pemerintah India," kata juru bicara perusahaan kepada Reuters.