KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri menegaskan bahwa pemberian gelar pahlawan nasional tidak boleh dilakukan sembarangan.
Ia mengingatkan pemerintah untuk lebih selektif dan berhati-hati dalam memberikan gelar tersebut, dengan menimbang rekam jejak perjuangan, nilai kemanusiaan, serta tanggung jawab moral seorang tokoh terhadap bangsa.
“Dapat gelar proklamator, bapak bangsa, terus ini apa? Pahlawan? Tapi, ya hati-hati kalau mau menjadikan seseorang pahlawan. Jangan gampang dong. Kalau Bung Karno, benar, pahlawan. Karena saya berani bertanggung jawab,” ujar Megawati dalam pidatonya pada seminar peringatan 70 tahun Konferensi Asia-Afrika (KAA) di Blitar, Jawa Timur, Sabtu (1/11/2025).
Mengenang Perlakuan Tidak Adil terhadap Bung Karno
Dalam kesempatan tersebut, Megawati menceritakan pengalaman pahit ayahnya, Presiden pertama RI Soekarno, yang pernah diperlakukan tidak adil oleh bangsanya sendiri.
Menurut Megawati, Soekarno diberhentikan tanpa proses pengadilan melalui sebuah TAP MPR, yang menurutnya sangat tidak adil.
“Bayangkan, seorang putra bangsa diperlakukan begitu hanya karena sebuah TAP. Kalau Bung Karno bersalah, seharusnya demi keadilan beliau boleh dong dimasukkan ke pengadilan,” kata Megawati.
Bung Karno Korbankan Diri demi Menghindari Perang Saudara
Megawati juga mengenang sikap Bung Karno yang tetap diam meskipun diperlakukan tidak adil. Bung Karno memilih untuk tidak melawan demi menghindari perang saudara yang dapat memecah belah bangsa Indonesia.
“Kalau melawan, nanti yang terjadi perang saudara,” kata Megawati, menirukan pesan ayahnya.
Ia menyatakan bahwa keputusan Bung Karno untuk tetap diam adalah wujud kebesaran jiwa dan tanggung jawabnya terhadap bangsa, demi menjaga agar tidak ada pertumpahan darah antar sesama anak bangsa.
Spekulasi Soal Pemberian Gelar Pahlawan untuk Soeharto
Pernyataan Megawati itu memicu spekulasi banyak pihak, terutama terkait dengan rencana pemerintah untuk memberikan gelar pahlawan kepada Presiden ke-2 RI Soeharto.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto menegaskan bahwa pesan Megawati hanya sebagai pengingat bagi pemerintah agar tidak sembarangan memberikan gelar pahlawan.
“Yang dimaksud Ibu Megawati, pahlawan itu juga menjadi simbol yang ideal tentang bagaimana bangsa Indonesia ini dibangun. Sosok pahlawan harus memiliki terobosan dalam perjuangan bagi kemerdekaan dan nilai kemanusiaan, bukan mengkhianatinya,” ujar Hasto.
PDI-P Perhatikan Pandangan Masyarakat Terkait Gelar Pahlawan Soeharto
Ketika ditanya mengenai sikap PDI-P terkait pemberian gelar kepada Soeharto, Hasto menyatakan bahwa partainya mendengarkan pendapat masyarakat sipil dan kalangan akademisi.
Ia menyebutkan bahwa banyak catatan terkait pelanggaran hak asasi manusia yang masih belum dituntaskan selama masa pemerintahan Soeharto.
“Banyak catatan terkait pelanggaran hak asasi manusia yang belum dituntaskan. Itu sebabnya Ibu Megawati mengingatkan agar jangan mudah memberikan gelar pahlawan,” pungkas Hasto.
Usulan Gelar Pahlawan untuk Soeharto Masih Menimbulkan Perdebatan
Menteri Sosial Saifullah Yusuf sebelumnya mengusulkan 40 nama tokoh untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional.
Di antaranya adalah Soeharto, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), dan aktivis buruh Marsinah.
Nama Soeharto, yang masuk dalam daftar tersebut, memicu perdebatan publik mengenai kelayakan pemberian gelar pahlawan kepada mantan Presiden Indonesia tersebut.
Sejumlah pihak menganggap bahwa pemerintah perlu menimbang kembali usulan tersebut karena masih ada persoalan terkait pelanggaran hak asasi manusia yang belum diselesaikan pada masa pemerintahan Soeharto.
Sebagian artikel telah tayang di Kompas.com dengan judul: Megawati Ingatkan Negara Jangan Asal Beri Gelar Pahlawan: Kalau Bung Karno, Benar Pahlawan dan Mensos dan Menbud Kompak, Soeharto Penuhi Kriteria Pahlawan Nasional.
https://www.kompas.com/jawa-timur/read/2025/11/01/214500388/megawati-soekarnoputri--jangan-gampang-berikan-gelar-pahlawan