JAKARTA, KOMPAS.com - Geofoam merupakan salah satu inovasi teknologi di jalan tol yang digunakan dalam 10 tahun terakhir.
Teknologi konstruksi ini telah diterapkan pertama kali pada Seksi 5A Tol Cileunyi-Sumedang-Dawuan (Cisumdawu) pada tahun 2023.
Geofoam terbuat dari expanded polystyrene yang berbentuk balok berbobot ringan.
Meski ringan, geofoam ini kuat sebagai material penanganan dan penguatan lapisan tanah yang labil.
Anggota Dewan Pertimbangan Himpunan Ahli Konstruksi Indonesia (HAKI) Davy Sukamta menjelaskan, bentuk geofoam mirip dengan pembungkus alat elektronik seperti televisi (TV).
"Untuk engineering (konstruksi) dipakai yang lebih keras," jelas Davy kepada Kompas.com, Senin (11/8/2025).
Baca juga: Tak Hanya untuk Jalan, Ini Sederet Aplikasi Teknologi Geofoam di Bidang Konstruksi
Menurutnya, geofoam merupakan solusi darurat agar lalu lintas (lalin) di jalan tol yng mengalami longsor bisa dilalui kembali dibandingkan dengan metode pengurukan.
"Jadi, daripada urug (berat dan lama), ditaruh geofoam (tapi mahal)," ucap dia.
Davy menilai, metode ini lebih baik digunakan daripada diisi tanah yang harus dipadatkan berlapis ketika longsor. Hany perlu menempatkan blok-blok geofoam.
"Dan karena ringan, jadi daya dorong gelincir (yang menyebabkan kelongsoran) jadi berkurang," tambahnya.
Teknologi geofoam ini pertama kali dipasarkan pada tahun 1950 dan telah digunakan untuk ribuan proyek konstruksi yang berbeda di seluruh dunia.
Tak hanya untuk membangun jalan, teknologi ini juga dapat diterapkan dalam proyek konstruksi lainnya.
Seperti dikutip dari laman Geofoam International, berikut deretan peruntukan teknologi geofoam yang harus Anda ketahui.
Karena bentuknya yang ringan, geofoam sering digunakan dalam struktur lansekap seperti taman atap di daerah perkotaan.
Geofoam juga dapat digunakan untuk membantu menstabilkan lereng sehingga dapat mencegah longsor.