JAKARTA, KOMPAS.com - Rencana pembangunan fasilitas pariwisata di Pulau Padar, yang merupakan bagian dari Kawasan Taman Nasional Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT), telah memicu polemik di media sosial.
Isu utama yang menjadi perbincangan hangat adalah kabar akan dibangunnya 600 vila di pulau tersebut, yang dikhawatirkan mengancam status Situs Warisan Dunia UNESCO dan kelestarian ekosistemnya.
Baca juga: Puncak Kepulangan Delegasi KTT ASEAN Kamis Ini, Bandara Komodo Dipastikan Siap
Kekhawatiran publik tentang kemungkinan privatisasi lahan di Pulau Padar juga dijawab langsung oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN).
Kepada Kompas.com, Jumat (15/8/2025), Kepala Biro Komunikasi Publik dan Protokol, Harison Mocodompis, menjelaskan bahwa hingga saat ini, belum ada hak atas tanah yang diterbitkan di Pulau Padar.
Harison menegaskan bahwa tidak ada undang-undang di Indonesia yang mengizinkan privatisasi pulau.
Baca juga: Resmikan Penataan Pulau Rinca TN Komodo, Jokowi Bidik 1 Juta Turis
Pernyataan ini menjadi jaminan hukum dari pemerintah bahwa lahan di kawasan konservasi tersebut akan tetap berada di bawah kendali negara.
Fokus Kementerian ATR/BPN adalah melindungi hak atas tanah dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, bukan untuk memfasilitasi penguasaan lahan oleh pihak swasta di kawasan konservasi.
Sebelumnya, Menteri Kehutanan (Menhut), Raja Juli Antoni, secara tegas membantah isu pembangunan 600 vila tersebut dan menyebutnya sebagai hoaks.
Ia menjelaskan bahwa menurut peraturan yang berlaku, zona pemanfaatan di pulau kecil seperti Pulau Padar hanya diperbolehkan maksimal 10 persen dari total luasannya.
"Jadi, rencana pembangunan 600 vila itu tidak mungkin dilakukan," kata Raja Juli, Kamis (14/8/2025), memastikan bahwa batasan ini menjadi jaminan dari pemerintah.
Baca juga: Jokowi Sepakat Perbedaan Pentarifan Tiket Masuk TN Komodo
Ia juga menegaskan bahwa tujuan utama dari pembangunan yang sedang direncanakan oleh PT Komodo Wildlife Ecotourism (PT KWE) adalah untuk mendukung upaya konservasi.
Prosesnya pun masih dalam tahap awal, yaitu penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang nantinya harus disetujui oleh UNESCO.
Meskipun pemerintah telah memberikan klarifikasi, kekhawatiran dari berbagai pihak tetap muncul.
Para ahli lingkungan dan konservasi memperingatkan bahwa pembangunan, sekecil apa pun, di Pulau Padar dapat memicu erosi dan mengancam habitat komodo serta ekosistem di sekitarnya.
Baca juga: Resmikan Penataan Pulau Rinca TN Komodo, Jokowi Bidik 1 Juta Turis
Sejumlah asosiasi pariwisata di Labuan Bajo juga menyuarakan penolakan. Mereka menyarankan agar para investor diarahkan untuk berinvestasi di Labuan Bajo saja, alih-alih di dalam kawasan taman nasional.
Protes ini bahkan sampai meminta UNESCO untuk turun tangan dan menghentikan rencana tersebut.
Menanggapi hal ini, Raja Juli berupaya meyakinkan masyarakat bahwa pemerintah memiliki kepedulian yang sama untuk memastikan pembangunan tidak menimbulkan dampak negatif, baik pada lingkungan maupun aspek sosial ekonomi.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini