Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Megalodon: Raksasa Laut yang Tak Pilih-Pilih Makan

Kompas.com - 04/06/2025, 13:39 WIB
Wisnubrata

Penulis

KOMPAS.com - Sekitar 3 hingga 20 juta tahun yang lalu, samudra Bumi dikuasai oleh predator laut terbesar yang pernah hidup: Otodus megalodon, atau lebih dikenal sebagai megalodon. Dengan panjang tubuh mencapai 24 meter—seukuran dua bus tingkat berjajar—dan gigi sebesar telapak tangan manusia, megalodon adalah mesin pemburu yang mampu menggigit sekuat mesin hidrolik industri.

Namun di balik keganasannya, satu pertanyaan terus menggoda para ilmuwan: apa sebenarnya yang dimakan oleh raksasa laut ini untuk memenuhi kebutuhan energinya yang mencapai 100.000 kalori per hari?

Selama ini, banyak ahli paleontologi berasumsi bahwa megalodon lebih suka memangsa mamalia laut besar seperti paus. Namun, studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Earth and Planetary Science Letters menunjukkan bahwa anggapan tersebut tampaknya terlalu sempit. Dengan kata lain, megalodon adalah pemakan segala—apa pun yang berenang di sekitarnya bisa jadi santapannya.

Baca juga: Megalodon Tidak Sebesar yang Kita Kira?

Gigi, Kunci Menu Makan Megalodon

Karena kerangka megalodon terbuat dari tulang rawan yang sulit menjadi fosil, informasi yang kita miliki tentang mereka hampir seluruhnya berasal dari giginya yang terfosilisasi. Dalam studi terbaru, tim peneliti internasional yang dipimpin oleh Dr. Jeremy McCormack dari Goethe University Frankfurt, menganalisis rasio isotop seng—versi berbeda dari unsur kimia seng—yang terdapat dalam gigi fosil megalodon berusia 18 juta tahun.

Mengapa isotop seng? Rupanya, jenis makanan yang dikonsumsi hewan memengaruhi proporsi isotop seng dalam tubuh mereka. Hewan pemakan daging di puncak rantai makanan cenderung memiliki kadar isotop seng-66 yang lebih rendah dibandingkan hewan pemakan tumbuhan atau hewan tingkat rendah. Dengan membandingkan gigi megalodon dengan spesies hiu purba lainnya dan hewan laut zaman itu, para ilmuwan bisa mendapatkan gambaran tentang pola makan dan posisi megalodon dalam ekosistem prasejarah.

Hasilnya cukup mengejutkan. “Mereka tidak memusatkan diri pada satu jenis mangsa tertentu, tapi tampaknya memakan berbagai jenis hewan di seluruh tingkatan rantai makanan,” kata Dr. McCormack. Ia menambahkan, “Meskipun jelas megalodon adalah predator puncak yang tidak memiliki pemangsa alami, mereka tampaknya bisa memangsa hampir semua makhluk yang berenang di sekitarnya.”

Baca juga: Megalodon vs Hiu Putih Raksasa, Siapa yang Lebih Cepat?

Seorang pria menggenggam gigi Megalodon yang memiliki panjang sekitar 6 inci, predator hiu purba yang memiliki gigi besar. Gigi Megalodon bisa tumbuh sampai 7 inci, atau setara dengan sebuah pisang.SHUTTERSTOCK/MARK_KOSTICH Seorang pria menggenggam gigi Megalodon yang memiliki panjang sekitar 6 inci, predator hiu purba yang memiliki gigi besar. Gigi Megalodon bisa tumbuh sampai 7 inci, atau setara dengan sebuah pisang.

Bukan Sekadar Pemburu Paus

Penemuan ini bertentangan dengan teori lama yang menggambarkan megalodon sebagai pemburu khusus mamalia laut besar. Studi ini mengungkap bahwa megalodon sebenarnya adalah predator oportunis yang mirip dengan hiu putih modern, yang memiliki filosofi makan “kalau bergerak, itu makanan.”

Selain itu, analisis dari berbagai lokasi juga menunjukkan adanya perbedaan pola makan antar populasi megalodon. Misalnya, gigi dari wilayah Passau menunjukkan bahwa megalodon di sana cenderung memangsa hewan yang lebih rendah dalam rantai makanan, sementara yang dari wilayah Sigmaringen menunjukkan pola makan yang lebih condong ke mangsa tingkat tinggi. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh ketersediaan mangsa, kedalaman laut, atau bahkan perubahan iklim lokal.

Baca juga: Peneliti Temukan Gigi Megalodon di Laut Dalam yang Belum Pernah Dijelajahi

Ketangguhan yang Tak Menjamin Keabadian

Namun, sekuat dan seadaptif apa pun megalodon, ia tetap punah. Para ilmuwan menduga bahwa fleksibilitas dalam pola makan memang membantu megalodon bertahan di berbagai kondisi, tetapi tetap saja tidak cukup ketika lingkungan berubah drastis. Kompetisi dengan predator yang lebih kecil dan mungkin lebih efisien seperti hiu putih, serta perubahan dalam populasi mamalia laut, bisa jadi menjadi faktor utama yang menggoyahkan dominasi megalodon.

“Ini menunjukkan bahwa bahkan ‘superkarnivora’ pun tidak kebal terhadap kepunahan,” kata Dr. Kenshu Shimada, paleobiolog dari DePaul University, yang juga terlibat dalam penelitian ini.

Penemuan ini juga menyumbangkan sudut pandang baru terhadap bagaimana ilmuwan merekonstruksi penampilan dan perilaku megalodon. Dulu, megalodon sering digambarkan sebagai versi raksasa dari hiu putih modern. Namun, riset terkini menunjukkan bahwa dalam hal ukuran tubuh, bentuk, silsilah, hingga kebiasaan makan, megalodon ternyata adalah spesies yang unik dan berbeda jauh dari kerabat modernnya.

Baca juga: Studi Baru Sebut Bentuk Megalodon Lebih Ramping dan Panjang

Ilmuwan berusaha mengungkap bagaimana hiu purba raksasa Megalodon bisa punahNATIONAL GEOGRAPHIC Ilmuwan berusaha mengungkap bagaimana hiu purba raksasa Megalodon bisa punah

Warisan Sang Raksasa

Meski megalodon telah lama punah, studi ini memperlihatkan bahwa ilmu kimia dan biologi masih mampu mengungkap kisah hidupnya. Dengan hanya bermodalkan gigi, para ilmuwan bisa merekonstruksi bagian penting dari ekologi laut purba, termasuk bagaimana spesies raksasa seperti megalodon berinteraksi dengan lingkungannya.

“Menentukan rasio isotop seng pada gigi telah terbukti menjadi alat yang sangat berharga untuk rekonstruksi paleoekologi,” kata Dr. McCormack.

Kisah megalodon mengajarkan kita bahwa ukuran dan kekuatan saja tidak cukup untuk menjamin kelangsungan hidup. Adaptasi, keanekaragaman mangsa, dan perubahan lingkungan memainkan peran penting dalam perjalanan hidup makhluk purba. Dan melalui sisa-sisa yang tertinggal di sedimen laut jutaan tahun lalu, kita bisa terus menggali pelajaran berharga dari masa lalu.

Baca juga: Ilmuwan Identifikasi Kerabat Baru Megalodon yang Berdarah Panas

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau