KOMPAS.com – Perjalanan menuju kemerdekaan Indonesia menyimpan kisah multikulturalisme, salah satunya terukir di Gedung Kramat 106.
Rumah yang menjadi saksi bisu Kongres Pemuda II dan tempat pembacaan ikrar Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928, ternyata dimiliki oleh seorang etnis Tionghoa, Sie Kong Lian.
Sosok tuan rumah bersejarah ini sayangnya memiliki minim dokumentasi, bahkan setelah namanya dikoreksi oleh pihak keluarga.
Baca juga: Mengenal 3 Lokasi Lahirnya Sumpah Pemuda di Jakarta
Rumah yang kini berfungsi sebagai Museum Sumpah Pemuda itu awalnya adalah tempat kost para pemuda pergerakan, termasuk Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, dan Assaat.
Dirangkum dari laman Museum Sumpah Pemuda, Kemendikbud, mahasiswa yang pernah tinggal di sana antara lain Muhammad Yamin, Amir Sjarifoedin, Soerjadi (Surabaya), Soerjadi (Jakarta), Assaat, Abu Hanifah, Abas, Hidajat, Ferdinand Lumban Tobing, Soenarko, Koentjoro Poerbopranoto, Mohammad Amir, Roesmali, Mohammad Tamzil, Soemanang, Samboedjo Arif, Mokoginta, Hassan, dan Katjasungkana.
Sejak 1927, rumah tersebut digunakan oleh berbagai organisasi pergerakan pemuda untuk melakukan kegiatan pergerakan.
"Sebenarnya kepemilikannya berganti-ganti. Namun saat rumah itu dijadikan rumah kost bagi para pemuda yang menggalang Sumpah Pemuda, rumah itu dimiliki oleh seorang Tionghoa," Dosen Pendidikan Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Sanata Dharma, Hendra Kurniawan, dalam wawancara dengan Kompas.com, Oktober 2020.
catatan sejarah awal menyebutkan nama pemilik rumah saat deklarasi Sumpah Pemuda adalah Sie Kong Liong. Namun, validasi terbaru datang dari keturunan keluarga.
"Tapi kemudian ada ralat dari keluarganya. Nama yang benar ternyata Sie Kong Lian," jelas Hendra.
Ralat ini baru dilakukan pada 2018 setelah cucu dan cicit Sie Kong Lian secara aktif mencari informasi tentang kakeknya.
Pihak keluarga kemudian menyampaikan informasi tersebut kepada Museum, dan pengecekan pertanahan mengonfirmasi bahwa rumah tersebut memang diwariskan kepada anak Sie Kong Lian.
Museum Sumpah Pemuda.Meskipun perannya krusial dalam menyediakan lokasi bagi pergerakan pemuda menuju kemerdekaan, data pribadi Sie Kong Lian amat terbatas.
Hendra Kurniawan menyoroti betapa sulitnya menemukan dokumentasi visual tentang sosok tersebut.
"Foto-fotonya pun tidak ada. Bahkan Museum Sumpah Pemuda tidak memiliki foto Sie Kong Lian ini," paparnya.
Baca juga: Sejarah Singkat Sumpah Pemuda, 28 Oktober: Latar Belakang, Tokoh, Teks, dan Maknanya
Keterbatasan ini menjadi ironi sejarah bagi seorang tokoh yang rumahnya menjadi cikal bakal lahirnya Sumpah Pemuda.
Rumah yang dikenal dengan nama Gedung Kramat 106 ini kini telah dihibahkan kepada negara dan berdiri sebagai simbol nyata bahwa nasionalisme Indonesia terbentuk dari keberagaman.
Hendra menekankan bahwa fakta sejarah ini mengungkap pentingnya peran etnis Tionghoa di Indonesia.
"Peran etnis Tionghoa menambah keberagaman dan bahwa nasionalisme kita dibentuk karena multikulturalisme."
SUMBER: KOMPAS.com (Penulis: Gloria Setyvani Putri)
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang