Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bukan Kelaparan, Penyakit Ini Diduga Kunci Kegagalan Napoleon Invasi Rusia 1812

Kompas.com - 28/10/2025, 10:08 WIB
Gloria Setyvani Putri

Editor

KOMPAS.com - Saat Napoleon dan 600.000 pasukannya mundur dari Rusia pada 1812, adalah salah satu kejadian paling dramatis dalam sejarah militer.

Dalam studi terbaru terungkap bahwa separuh dari pasukan Napoleon gugur bukan hanya karena menipisnya perbekalan dan perlawanan sengit dari Rusia. Bukan juga hanya karena ekstremnya musim dingin saat itu.

Namun karena kelaparan dan penyakit epidemi misterius yang menjadi pembunuh senyap.

Baca juga: Kuburan Massal Bongkar Penyakit Mengejutkan di Balik Gagalnya Napoleon Invasi Rusia

Teknologi Modern Ungkap Sejarah 200 Tahun

Dikutip dari Science Alert, penelitian ini menggunakan teknologi metagenomik canggih untuk menganalisis DNA purba yang diambil dari 13 gigi jenazah tentara yang dimakamkan di kuburan massal di Vilnius, Lituania, pada tahun 2001.

"Sangat menarik untuk menggunakan teknologi yang kita miliki hari ini untuk mendeteksi dan mendiagnosis sesuatu yang terkubur selama 200 tahun," ujar peneliti metagenomik, Nicolás Rascovan dari Institut Pasteur di Perancis.

Secara historis, para dokter pada masa itu mendokumentasikan adanya tifus, sebuah penyakit yang ditandai dengan demam, sakit kepala, dan ruam.

Namun, menariknya, para peneliti tidak menemukan jejak bakteri Rickettsia prowazekii, bakteri yang seharusnya bertanggung jawab atas penyakit tifus tersebut.

Paratifoid dan Demam Kambuhan: Pembunuh yang Terabaikan

Setelah menganalisis DNA purba, temuan justru menunjukkan bahwa para tentara tersebut menderita kombinasi dua penyakit yang mematikan:

  • Paratifoid: disebabkan oleh strain bakteri Salmonella enterica.
  • Demam Kambuhan (Relapsing Fever): disebabkan oleh bakteri bernama Borrelia recurrentis, yang ditularkan melalui kutu pakaian.

"Meski demam kambuhan yang ditularkan oleh kutu belum tentu fatal, penyakit ini dapat secara signifikan melemahkan individu yang sudah kelelahan," kata para peneliti dalam jurnal ilmiah mereka di Current Biology.

Kombinasi penyakit ini, ditambah kelelahan dan kedinginan, menciptakan skenario yang masuk akal, mengapa angka kematian tinggi.

"Mengingat hasil kami, skenario yang masuk akal untuk kematian para tentara ini adalah kombinasi kelelahan, dingin, dan beberapa penyakit, termasuk demam paratifoid dan demam kambuhan yang ditularkan kutu," tulis tim peneliti.

Baca juga: Louvre Dibuka Lagi, Pengunjung Antre demi Lihat TKP Pencurian Perhiasan Era Napoleon

Butuh Sampel Lebih Banyak untuk Kesimpulan Penuh

Para ilmuwan mencatat bahwa ketiadaan deteksi tifus dalam sampel mereka tidak berarti penyakit tersebut tidak berkontribusi pada kerugian besar tentara tersebut, terutama karena mereka hanya mengambil sampel dari 13 individu. Lebih dari 3.000 jenazah ditemukan di kuburan massal di Vilnius.

Fakta bahwa banyak jenazah dikuburkan dalam seragam dan bersama kuda, serta minimnya senjata, menunjukkan bahwa kematian mereka kemungkinan besar bukan terjadi dalam pertempuran.

Maka, untuk memahami sepenuhnya spektrum penyakit epidemi yang melanda tentara Napoleon selama mundur dari Rusia, mereka menyimpulkan diperlukan analisis mendalam.

"Analisis terhadap jumlah sampel yang lebih besar akan diperlukan untuk sepenuhnya memahami spektrum penyakit epidemi yang berdampak pada tentara Napoleon selama mundur dari Rusia."

Temuan lengkap dari penelitian ini telah dilaporkan dalam jurnal Current Biology.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
BMKG Konfirmasi 43,8 Persen Wilayah Indonesia Masuk Musim Hujan, Kenali Potensi Cuaca Ekstrem
BMKG Konfirmasi 43,8 Persen Wilayah Indonesia Masuk Musim Hujan, Kenali Potensi Cuaca Ekstrem
Fenomena
Berusia 6 Juta Tahun, Sampel Udara Tertua di Bumi Ditemukan di Es Antartika
Berusia 6 Juta Tahun, Sampel Udara Tertua di Bumi Ditemukan di Es Antartika
Fenomena
Alarm dari Laut: Lumba-Lumba Kena Alzheimer Gegara Limbah Manusia, Ini Bukti Ilmiahnya
Alarm dari Laut: Lumba-Lumba Kena Alzheimer Gegara Limbah Manusia, Ini Bukti Ilmiahnya
Oh Begitu
Teleskop James Webb Bongkar Rahasia Komet 3I/ATLAS: Diselimuti Kerak Radiasi Kosmis Miliaran Tahun
Teleskop James Webb Bongkar Rahasia Komet 3I/ATLAS: Diselimuti Kerak Radiasi Kosmis Miliaran Tahun
Fenomena
Identik dengan Halloween, Labu Ternyata Bisa Simpan Bahan Kimia Beracun
Identik dengan Halloween, Labu Ternyata Bisa Simpan Bahan Kimia Beracun
Oh Begitu
Fosil Badak Salju dari Kutub Utara Ungkap Jembatan Darat Atlantik Kuno
Fosil Badak Salju dari Kutub Utara Ungkap Jembatan Darat Atlantik Kuno
Oh Begitu
Nebula Kelelawar Hantu: ‘Tamu’ Kosmik yang Muncul di Langit Halloween
Nebula Kelelawar Hantu: ‘Tamu’ Kosmik yang Muncul di Langit Halloween
Fenomena
Supermoon Emas November 2025: Purnama Terbesar Sepanjang Tahun
Supermoon Emas November 2025: Purnama Terbesar Sepanjang Tahun
Oh Begitu
Gempa M 5,1 Guncang Laut Sarmi Papua, Tidak Berpotensi Tsunami
Gempa M 5,1 Guncang Laut Sarmi Papua, Tidak Berpotensi Tsunami
Fenomena
Anjing-Anjing Menjadi Biru di Zona Chernobyl, Apa yang Terjadi?
Anjing-Anjing Menjadi Biru di Zona Chernobyl, Apa yang Terjadi?
Oh Begitu
Rahasia Kodok yang Bisa Berubah Jadi Kuning Neon dalam Dua Hari
Rahasia Kodok yang Bisa Berubah Jadi Kuning Neon dalam Dua Hari
Oh Begitu
77 Kerangka Kristen Awal Ditemukan di Situs Gereja Tertua Aarhus Denmark, Berusia Sekitar 900 Tahun
77 Kerangka Kristen Awal Ditemukan di Situs Gereja Tertua Aarhus Denmark, Berusia Sekitar 900 Tahun
Oh Begitu
Sejarah Halloween dan Día de Muertos, Lahir dari Perkawinan Budaya Kematian Celtic dan Aztec
Sejarah Halloween dan Día de Muertos, Lahir dari Perkawinan Budaya Kematian Celtic dan Aztec
Oh Begitu
Mengapa Pria Lebih Tinggi Dibanding Wanita? Studi Jelaskan
Mengapa Pria Lebih Tinggi Dibanding Wanita? Studi Jelaskan
Oh Begitu
Studi Baru: Daging Olahan dan Minuman Manis Jadi Racun Terburuk bagi Otak
Studi Baru: Daging Olahan dan Minuman Manis Jadi Racun Terburuk bagi Otak
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau