KOMPAS.com - Dipisahkan oleh samudera luas dan rentang waktu ribuan tahun, peradaban Aztec dan suku Celtic tidak pernah bertemu.
Namun, kepercayaan masing-masing peradaban tentang kematian dan kehidupan setelah mati kini telah menyatu, melahirkan tradisi modern seperti Halloween dan Hari Orang Mati (Día de los Muertos).
Meskipun terlihat berbeda, kedua perayaan ini memiliki akar yang sama: upaya budaya untuk menjembatani dunia yang hidup dan dunia orang mati, yang kemudian diinkorporasi oleh tradisi Kristen.
Baca juga: Sejarah Halloween, 31 Oktober: Dari Ritual Arwah hingga Budaya Populer Dunia
Suku Celtic, yang mendiami sebagian besar Eropa utara selama Zaman Perunggu akhir dan era Romawi, merayakan festival Samhain menjelang akhir Oktober setiap tahun, tepat saat malam mulai memanjang, menandai datangnya musim dingin.
Pada satu malam ini, suku Celtic percaya bahwa tabir antara dunia yang hidup dan dunia orang mati berada pada titik tertipisnya. Mereka menyambut nenek moyang mereka dengan menyalakan api unggun, mengenakan kostum, dan bercerita tentang hantu serta roh.
Berabad-abad kemudian, ketika agama Kristen menyebar di wilayah tersebut, Gereja berusaha keras untuk menghapus kepercayaan dan adat istiadat pagan seperti Samhain.
Karena tradisi itu tetap bertahan, pada abad kedelapan Masehi, Paus Gregorius III menetapkan 1 November sebagai All Hallows' Day (Hari Semua Orang Kudus). Hari raya Kristen ini sengaja dibuat bertepatan dengan festival Celtic.
Dengan cara ini, Gereja berhasil menggabungkan Samhain ke dalam kalendernya, menyamarkan praktik Celtic sebagai tradisi Kristen. Malam sebelum All Hallows' Day—yaitu 31 Oktober—secara otomatis dikenal sebagai All Hallows' Eve, yang kemudian berevolusi menjadi Halloween.
Sekitar lima abad setelahnya, ketika penakluk Spanyol mengambil alih Kekaisaran Aztec di wilayah Meksiko saat ini, mereka menemukan budaya yang memiliki perayaan unik tentang kehidupan setelah mati.
Selama sebulan penuh setiap tahun, suku Aztec mengadakan pesta untuk menghormati Mict?cacihu?tl, Ratu Dunia Bawah.
Sama seperti di Eropa, bangsa Eropa yang menyerbu berjuang keras untuk mengubah mereka yang ditaklukkan menjadi Kristen dan membasmi semua tradisi pribumi.
Namun, mereka kesulitan menghilangkan praktik seputar Mict?cacihu?tl dan kehidupan setelah mati—yang kemungkinan mendahului bangkitnya Kekaisaran Aztec pada abad ke-15.
Solusi terbaik mereka adalah menggabungkan tradisi ini dengan All Hallows Day. Langkah ini menciptakan perayaan untuk orang mati di awal November, yang didukung oleh Gereja namun diwarnai kuat oleh adat istiadat Aztec.
Ilustrasi Sejarah Halloween, 31 Oktober: Dari Ritual Arwah hingga Budaya Populer DuniaSeiring berjalannya waktu dan kepercayaan pada Mict?cacihu?tl mulai memudar, citra yang menentukan Día de los Muertos digantikan oleh La Catrina, sosok kerangka wanita elegan yang mengenakan pakaian bergaya Eropa berhiaskan bunga.
Baca juga: Daftar 20 Film Horor Paling Menakutkan Menurut Sains, Cocok Ditonton saat Halloween
La Catrina, yang dirancang oleh kartunis politik José Guadalupe Posada sekitar waktu Revolusi Meksiko tahun 1910, dimaksudkan untuk menyindir elit Meksiko yang berupaya tampil Eropa dan melupakan warisan pribumi mereka—dalam hal ini direpresentasikan oleh tengkorak gaya Aztec.
Memang, tengkorak manusia adalah motif budaya utama bagi suku Aztec. Mereka sering menggambarkan dewa-dewa mereka sebagai kerangka dan mendirikan rak-rak besar berisi tengkorak asli—dikenal sebagai tzompantli—di beberapa kuil utama mereka.
Saat ini, rak tengkorak telah digantikan oleh permen berbentuk tengkorak (candy skulls).
Namun, setiap kali seseorang melakukan trick-or-treating atau merayakan Día de los Muertos, mereka berpartisipasi dalam tradisi yang telah memadukan perayaan Samhain Celtic dengan pesta penghormatan Mict?cacihu?tl Aztec.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang