Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fosil Hidup dari Borneo: Mengintip Rahasia “Naga Mini” Tanpa Telinga

Kompas.com - 31/10/2025, 19:39 WIB
Wisnubrata

Penulis

KOMPAS.com - Di tengah lebatnya hutan hujan tropis Borneo, tersembunyi makhluk yang seolah keluar dari dunia fantasi: biawak tanpa telinga. Reptil kecil ini misterius, langka, dan memiliki penampilan menyerupai naga mini yang memikat para ilmuwan. Namun, mengapa hewan ini begitu sulit ditemukan? Dan apa yang membuatnya begitu istimewa?

Biawak tanpa telinga, atau Lanthanotus borneensis, adalah spesies yang begitu langka hingga para herpetolog menyebutnya sebagai “Holy Grail” dunia reptil. Spesies ini adalah satu-satunya anggota yang masih hidup dari keluarganya—menjadikannya jendela langka menuju masa lalu evolusi.

Para ilmuwan meyakini nenek moyang terakhir hewan ini hidup lebih dari 66 juta tahun lalu, pada masa dinosaurus masih mendominasi bumi. Dengan kata lain, biawak kecil ini adalah fosil hidup yang berhasil bertahan melintasi zaman kepunahan.

Tubuhnya ramping dengan panjang mencapai 50 cm, dilengkapi ekor lentur yang dapat melilit seperti monyet, dan sisik kasar yang membantunya menempel pada tanah berlumpur. Tak hanya itu, kelopak matanya tembus pandang—dan seperti namanya, hewan ini benar-benar tak memiliki telinga luar. Semua keunikan ini membuatnya mampu bersembunyi sempurna di tepi sungai dan rawa Borneo, menjadi perpaduan antara perenang dan penggali tanah yang andal.

Baca juga: 5 Perbedaan Biawak dan Komodo

Habitat yang Kian Menghilang

Sayangnya, “naga mini” Borneo ini bisa jadi cuma ada di Serawak (Malaysia) dan Kalimantan Barat. Kurangnya penelitian dan wawasan tentang satwa misterius ini, termasuk juga pola penyebaran, dan populasinya, menyebabkan peneliti sulit menentukan penyebarannya. 

Dan justru karena keterbatasan habitatnya, ia kini berada di ujung tanduk. Deforestasi besar-besaran untuk perkebunan dan pembangunan telah menghancurkan banyak wilayah hutan yang menjadi rumahnya. Akibatnya, biawak tanpa telinga kini masuk dalam Daftar Merah IUCN sebagai spesies yang terancam punah.

Selain kehilangan habitat, hewan ini juga menghadapi ancaman serius dari perdagangan satwa ilegal. Karena kelangkaan dan penampilannya yang eksotis, banyak kolektor hewan langka memburu spesies ini untuk dijadikan peliharaan, meski perdagangan ini dilarang keras.

Baca juga: Selain Badak dan Gajah, Biawak Asli Indonesia Ini Juga Terancam Punah

Si Hantu Hutan yang Nyaris Tak Terlihat

Salah satu alasan mengapa biawak tanpa telinga masih penuh misteri adalah sifatnya yang sangat tertutup dan aktif di malam hari. Di siang hari, ia bersembunyi di balik daun kering, celah batu, atau tepi sungai. Kulitnya yang kasar dan warna tubuh yang serupa dengan tanah membuatnya nyaris tak terlihat—seolah mengaktifkan “mode siluman” alami.

Namun, penelitian terbaru mulai mengungkap perilaku unik hewan ini. Biawak tanpa telinga memakan cacing, kepiting kecil, dan ikan mungil. Ia bahkan kawin di air selama berjam-jam, dan ketika banjir melanda, ekornya berfungsi seperti jangkar alami agar tidak terbawa arus.

Penemuan-penemuan kecil seperti ini sangat penting. “Setiap perilaku yang kami pelajari membantu kami memahami cara terbaik melindungi mereka,” ujar salah satu peneliti yang terlibat dalam studi konservasi spesies ini.

Baca juga: Habitat Biawak dan Makanannya

Menjaga Naga Purba dari Kepunahan

Keberadaan biawak tanpa telinga bukan sekadar keajaiban evolusi, melainkan pengingat akan rapuhnya keanekaragaman hayati Borneo. Menyelamatkan spesies ini bukan hanya tentang melindungi satu jenis reptil, tetapi juga menjaga keseimbangan ekosistem yang telah terbentuk selama jutaan tahun.

Jika upaya konservasi berhasil, kita bukan hanya menyelamatkan seekor “naga mini”, tetapi juga menjaga salah satu warisan hidup dari zaman dinosaurus agar tetap lestari.

Kini, nasib si naga kecil ini berada di tangan manusia. Pertanyaannya: apakah kita bisa bertindak cukup cepat untuk memastikan makhluk purba ini tetap hidup—agar generasi mendatang masih bisa menyaksikan salah satu keajaiban tertua di planet ini?

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang



Terkini Lainnya
BMKG Konfirmasi 43,8 Persen Wilayah Indonesia Masuk Musim Hujan, Kenali Potensi Cuaca Ekstrem
BMKG Konfirmasi 43,8 Persen Wilayah Indonesia Masuk Musim Hujan, Kenali Potensi Cuaca Ekstrem
Fenomena
Berusia 6 Juta Tahun, Sampel Udara Tertua di Bumi Ditemukan di Es Antartika
Berusia 6 Juta Tahun, Sampel Udara Tertua di Bumi Ditemukan di Es Antartika
Fenomena
Alarm dari Laut: Lumba-Lumba Kena Alzheimer Gegara Limbah Manusia, Ini Bukti Ilmiahnya
Alarm dari Laut: Lumba-Lumba Kena Alzheimer Gegara Limbah Manusia, Ini Bukti Ilmiahnya
Oh Begitu
Teleskop James Webb Bongkar Rahasia Komet 3I/ATLAS: Diselimuti Kerak Radiasi Kosmis Miliaran Tahun
Teleskop James Webb Bongkar Rahasia Komet 3I/ATLAS: Diselimuti Kerak Radiasi Kosmis Miliaran Tahun
Fenomena
Identik dengan Halloween, Labu Ternyata Bisa Simpan Bahan Kimia Beracun
Identik dengan Halloween, Labu Ternyata Bisa Simpan Bahan Kimia Beracun
Oh Begitu
Fosil Badak Salju dari Kutub Utara Ungkap Jembatan Darat Atlantik Kuno
Fosil Badak Salju dari Kutub Utara Ungkap Jembatan Darat Atlantik Kuno
Oh Begitu
Nebula Kelelawar Hantu: ‘Tamu’ Kosmik yang Muncul di Langit Halloween
Nebula Kelelawar Hantu: ‘Tamu’ Kosmik yang Muncul di Langit Halloween
Fenomena
Supermoon Emas November 2025: Purnama Terbesar Sepanjang Tahun
Supermoon Emas November 2025: Purnama Terbesar Sepanjang Tahun
Oh Begitu
Gempa M 5,1 Guncang Laut Sarmi Papua, Tidak Berpotensi Tsunami
Gempa M 5,1 Guncang Laut Sarmi Papua, Tidak Berpotensi Tsunami
Fenomena
Anjing-Anjing Menjadi Biru di Zona Chernobyl, Apa yang Terjadi?
Anjing-Anjing Menjadi Biru di Zona Chernobyl, Apa yang Terjadi?
Oh Begitu
Rahasia Kodok yang Bisa Berubah Jadi Kuning Neon dalam Dua Hari
Rahasia Kodok yang Bisa Berubah Jadi Kuning Neon dalam Dua Hari
Oh Begitu
77 Kerangka Kristen Awal Ditemukan di Situs Gereja Tertua Aarhus Denmark, Berusia Sekitar 900 Tahun
77 Kerangka Kristen Awal Ditemukan di Situs Gereja Tertua Aarhus Denmark, Berusia Sekitar 900 Tahun
Oh Begitu
Sejarah Halloween dan Día de Muertos, Lahir dari Perkawinan Budaya Kematian Celtic dan Aztec
Sejarah Halloween dan Día de Muertos, Lahir dari Perkawinan Budaya Kematian Celtic dan Aztec
Oh Begitu
Mengapa Pria Lebih Tinggi Dibanding Wanita? Studi Jelaskan
Mengapa Pria Lebih Tinggi Dibanding Wanita? Studi Jelaskan
Oh Begitu
Studi Baru: Daging Olahan dan Minuman Manis Jadi Racun Terburuk bagi Otak
Studi Baru: Daging Olahan dan Minuman Manis Jadi Racun Terburuk bagi Otak
Kita
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau