KOMPAS.com - Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio menilai, keinginan Pelaksana Tugas (Plt) Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Giring Ganesha, untuk mencalonkan diri sebagai bakal calon presiden merupakan bagian dari sebuah strategi besar untuk meningkatkan popularitas PSI.
Hal itu disampaikannya menanggapi pernyataan Giring yang menyatakan akan maju dalam pencalonan bakal calon presiden 2024.
"Ini kan strategi besarnya PSI, memunculkan orang yang sudah memiliki popularitas. Popularitasnya Giring kan tinggi. Makanya didorong supaya popularitas PSI turut naik," kata Hendri saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/8/2020).
Menurut dia, strategi ini memang wajar dilakukan dan telah ada di jurnal-jurnal.
"Tetapi, biasanya individu yang mendompleng ketenaran nama partai politik. Nah, ini terbalik, karena nama Giring lebih besar dari PSI," lanjut dia.
Hendri menilai, apa yang dilakukan Giring tidak menimbulkan kerugian bagi PSI
"Jadi, kalau Giring masuk ke dalam level politik calon presiden pada akhirnya, itu bonus," ujar Hendri..
Ia juga memprediksi, dengan munculnya nama Giring, ada kemungkinan bahwa nama-nama lain akan muncul.
"Anggapannya Giring saja bisa, kenapa saya tidak. Ya tidak apa-apa, konstelasinya jadi seru di 2024," kata Hendri.
Baca juga: Giring Percaya Diri Jadi Capres, Bagaimana Modal Politiknya?
Sementara itu, Direktur Pusat Kajian Politik (Puskapol) Universitas Indonesia (UI) Aditya Perdana menyebutkan, ada beberapa kemungkinan yang dapat menjadi alasan munculnya nama Giring.
"Komunikasi politik, bisa jadi iya. Bisa jadi itu langkah untuk mendongkrak popularitas dia sebagai seorang politisi. Tapi bisa juga dia ingin menggaet atau menggerakan PSI secara berbarengan dengan posisi dia sebagai Plt Ketum," kata Aditya kepada Kompas.com, Selasa (25/8/2020).
Menurut dia, kemungkinan, ada usaha mendorong figur-figur baru PSI ke publik.
"Bisa jadi ini bagian dari komunikasi partainya PSI sendiri. Jadi, bukan semata-mata ditarget di tahun 2024 tetapi merupakan bagian dari proses sepanjang perjalanan menuju 2024," lanjut Aditya.
Ia mengatakan, hal ini merupakan strategi awal PSI memunculkan tokoh atau figur baru dan kemudian "dijual" ke publik.
"Mau nanti setuju atau tidak setuju, baik di internal maupun luar partai, itu nomor sekian. Paling tidak dimunculkan dulu figurnya. Nanti dilihat, reaksinya seperti apa," ujarnya.