Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Jaya Suprana
Pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan

Penulis adalah pendiri Sanggar Pemelajaran Kemanusiaan.

Memohon Penundaan Pembangunan Ibu Kota

Kompas.com - 28/04/2021, 09:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA memahami niat positif dan konstruktif terkandung di dalam rencana pembangunan ibukota baru berdasar panca alasan.

Positif-konstruktif

Alasan pertama: pembangunan ibukota baru termasuk di dalam program pembangunan infrastruktur yang sudah dicanangkan sejak 2014 oleh Presiden Jokowi.

Baca juga: Menteri PPN Harap Peletakan Batu Pertama Pembangunan Ibu Kota Baru Dapat Dilaksanakan Saat Ramadhan Ini

 

Alasan kedua: pembangunan ibukota baru potensial membuka lapangan kerja di dalam negeri selama lapangan kerja yang terbuka tidak diberikan kepada tenaga kerja asing.

Alasan ketiga: pembangunan ibukota baru membuka kesempatan profit bagi para investor, pengembang, arsitek, produsen bahan bangunan, ahli tata kota dan segenap unsur bisnis terkait pembangunan infrastruktur.

Alasan keempat: pembangunan ibukota baru di luar pulau Jawa menghapus kesan pembangunan Jawa sentris.

Alasan kelima: ibukota baru merupakan kebanggaan monumental yang akan diwariskan ke anak cucu cicit kita semua

Baca juga: Kepala Bappenas Pastikan Titik Nol Istana Negara di Ibu Kota Baru

Pagebluk Corona

Mujur tak bisa diraih, malang tak bisa ditolak di luar dugaan mendadak sejak awal 2020 pagebluk Corona melanda dunia melumpuhkan mekanisme penggerak ekonomi seluruh dunia termasuk Indonesia.

Pagebluk Corona yang masih belum berakhir pada saat naskah ini ditulis terbukti telah menghadirkan prahara resesi ekonomi yang harus dijaga ketat agar jangan sampai menjadi depresi ekonomi seperti pada tahun 30an abad XX yang terbukti disusul malapetaka Perang Dunia II.

Fakta membuktikan kondisi kesehatan dan kebugaran ekonomi Indonesia telah mengalami kemerosotan cukup drastis sebagai dampak kemelut angkara murka pagebluk Corona.

Rakyat miskin

Yang paling menderita akibat resesi ekonomi sedang merundung persada Nusantara adalah rakyat miskin. Rakyat yang sudah miskin makin miskin.

Baca juga: Bangun Ibu Kota Baru, Uang Makan Pekerjanya Sehari Bisa Rp 7,5 Miliar

 

Dapat dipastikan rakyat kecil membutuhkan bantuan subsidi dana yang dengan sendirinya akan menguras sediaan dana yang dimiliki pemerintah Indonesia serta merta cukup signifikan mempengaruhi anggaran pembangunan negara, bangsa dan rakyat Indonesia.

Memang bisa saja anggaran pembangunan ibukota baru tetap dipertahankan demi tetap melaksanakan pembangunan dengan alasan dana pembangunan seluruhnya diambil dari luar APBN bahkan terbuka untuk para investor.

Namun apakah kita tega hati untuk tidak peduli jeritan amanat penderitaan rakyat miskin akibat kemerosotan daya ekonomi gegara pagebluk Corona ?

Permohonan

Maka selaras makna adiluhur sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia mau pun kearifan kepantasan ngono yo ngono ning ojo ngono, dengan penuh kerendahan hati saya memberanikan diri memohon perkenan Pemerintah Republik Indonesia untuk bukan membatalkan namun menunda pembangunan ibukota baru.

Pembangunan ibukota baru bukan dibatalkan namun sekedar ditunda sambil menanti saat kondisi ekonomi Indonesia kembali sehat dan bugar.

Halaman:


Terkini Lainnya
Lansia 72 Tahun Kritis Usai Diserang Beruang di AS, Kasus Pertama Sejak 1850
Lansia 72 Tahun Kritis Usai Diserang Beruang di AS, Kasus Pertama Sejak 1850
Tren
Arkeolog Temukan Setumpuk Koin Emas Dalam Pot, Diduga Milik Tentara Bayaran
Arkeolog Temukan Setumpuk Koin Emas Dalam Pot, Diduga Milik Tentara Bayaran
Tren
Studi Ungkap Duduk Lebih Dari 5 Menit di Toilet Tingkatkan Risiko Wasir
Studi Ungkap Duduk Lebih Dari 5 Menit di Toilet Tingkatkan Risiko Wasir
Tren
Daftar Harta Mukhtarudin, Menteri P2MI Baru Hasil Reshuffle Hari Ini
Daftar Harta Mukhtarudin, Menteri P2MI Baru Hasil Reshuffle Hari Ini
Tren
Kronologi Kreator Konten di Bogor Diteror Kepala Babi, Kerap Unggah Video Edukasi soal Aksi Demonstrasi
Kronologi Kreator Konten di Bogor Diteror Kepala Babi, Kerap Unggah Video Edukasi soal Aksi Demonstrasi
Tren
Daftar Kekayaan Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Baru yang Gantikan Sri Mulyani
Daftar Kekayaan Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu Baru yang Gantikan Sri Mulyani
Tren
Head to Head Indonesia U23 Vs Korea Selatan U23 Jelang Kualifikasi Piala Asia U23 2026
Head to Head Indonesia U23 Vs Korea Selatan U23 Jelang Kualifikasi Piala Asia U23 2026
Tren
Tanda-tanda Seseorang Perlu Segera Pergi ke Psikolog
Tanda-tanda Seseorang Perlu Segera Pergi ke Psikolog
Tren
Ekonom Jelaskan Alasan IHSG Anjlok karena Reshuffle Kabinet, Terkait Sri Mulyani?
Ekonom Jelaskan Alasan IHSG Anjlok karena Reshuffle Kabinet, Terkait Sri Mulyani?
Tren
Kena Reshuffle Kabinet Hari Ini, Berikut Karier Budi Arie Setiadi
Kena Reshuffle Kabinet Hari Ini, Berikut Karier Budi Arie Setiadi
Tren
Alasan Menpora Pengganti Dito Ariotedjo Belum Dilantik pada Reshuffle Hari Ini
Alasan Menpora Pengganti Dito Ariotedjo Belum Dilantik pada Reshuffle Hari Ini
Tren
Profil Ferry Juliantono, Menteri Koperasi Baru Pengganti Budi Arie
Profil Ferry Juliantono, Menteri Koperasi Baru Pengganti Budi Arie
Tren
Siapa Mukhtarudin yang Dilantik Prabowo Jadi Menteri P2MI Kabinet Merah Putih?
Siapa Mukhtarudin yang Dilantik Prabowo Jadi Menteri P2MI Kabinet Merah Putih?
Tren
Daftar Nama Menteri yang Dilantik Prabowo Hari Ini
Daftar Nama Menteri yang Dilantik Prabowo Hari Ini
Tren
Ramai Diperbincangkan, Perusahaan di Jepang Punya Layanan Sewa 'Orang Seram'
Ramai Diperbincangkan, Perusahaan di Jepang Punya Layanan Sewa "Orang Seram"
Tren
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau