KOMPAS.com - Utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (17/12/2024) memperingatkan perang di Suriah belum berakhir meski Presiden Bashar Al Assad telah digulingkan.
Peringatan ini disampaikan oleh Geir Pedersen, utusan khusus PBB untuk Suriah karena melihat masih ada bentrokan antara kelompok bersenjata yang didukung Turkiye dengan para pejuang bangsa Kurdi di bagian utara negara tersebut.
"Telah terjadi pertikaian yang signifikan dalam dua minggu terakhir, sebelum gencatan senjata ditengahi," kata Pedersen kepada Dewan Keamanan PBB di New York, dikutip dari The Guardian, Selasa.
"Gencatan senjata selama lima hari kini telah berakhir dan saya sangat khawatir dengan laporan ekskalasi militer. Ekskalasi seperti itu dapat menjadi bencana besar," sambungnya.
Baca juga: Mengapa Israel Serang Suriah Usai Lengsernya Rezim Bashar Al Assad?
Kekhawatiran Pederson dilatarbelakangi oleh pertempuran antara Tentara Nasional Suriah (SNA), kelompok milisi yang dukung Turkiye, dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dari bangsa Kurdi yang didukung Amerika Serikat (AS).
SDF dipelopori oleh Unit Perlindungan Rakyat (YPG), yang dipandang Ankara sebagai ekstensi dari kelompok bersenjata Partai Pekerja Kurdistan (PKK).
PKK dianggap sebagai organisasi teroris yang keberadaannya dilarang oleh pemerintah Turkiye dan telah memerangi negara tersebut selama 40 tahun.
Pekan lalu, para pejuang SNA merebut kota utara Manbij dari SDF, mereka lalu menuju ke arah timur Sungai Eufrat ketika gencatan senjata yang dimediasi AS mulai berlaku.
Tidak lama setelah Pedersen menyampaikan kersahannya kepada Dewan Keamanan PBB, Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller mengatakan, gencatan senjata di Suriah utara telah diperpanjang hingga akhir minggu ini.
"Kami terus terlibat dengan SDF dan Turkiye mengenai jalan ke depan," ucap Miller, dilansir dari Al Jazeera, Selasa.
Bersamaan dengan itu, pimpinan SDF Mazloum Abdi mengunggah pernyataan di akun X bahwa mereka siap mengajukan proposal untuk zona demiliterisasi di kota utara Kobane.
Proposal itu mendukung penempatan kembali pasukan keamanan di bawah pengawasan AS. Dia menambahkan, tujuannya adalah untuk mengatasi masalah keamanan Turkiye dan memastikan stabilitas di daerah tersebut.
Dalam pidatonya, Pederson juga meminta kepada Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan aktivitas militer Israel yang kini menduduki daerah Golan.
Dia mencatat, Israel telah melancarkan lebih dari 350 serangan ke Suriah sejak tumbangnya rezim Al Assad, termasuk ledakan dahsyat yang terjadi di Tartus, Senin (16/12/2024).
"Serangan-serangan semacam itu menempatkan penduduk sipil yang terpukul pada risiko lebih besar dan merusak prospek transisi politik," katanya.
Selain itu, Pederson juga menyerukan "dukungan luas" untuk Suriah dengan mengakhiri sanksi ekonomi dari negara Barat agar negara yang dilanda perang tersebut dapat melakukan pembangunan kembali.
"Gerakan konkret dalam transisi politik yang inklusif akan menjadi kunci dalam memastikan Suriah menerima dukungan ekonomi yang dibutuhkan," ucapnya.
Baca juga: Mengenal Hayat Tahrir al-Sham, Kelompok yang Kini Kuasai Aleppo Suriah
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini