KOMPAS.com - Rumah Sakit Indonesia di kawasan Gaza Utara menjadi target serangan Israel.
Padahal, rumah sakit tersebut merupakan satu-satunya layanan kesehatan yang tersisa di Gaza Utara. Israel telah menghancurkan dua rumah sakit, Kamal Adwan dan Beit Hanoon, dalam serangan udara pada tahun lalu.
Akibat serangan darat yang baru dilancarkan Israel, RS Indonesia tidak bisa lagi lagi beroperasi.
"Ada serangan langsung ke rumah sakit, termasuk ke ruang ICU," kata Direktur Rumah Sakit Indonesia, Marwan al-Sultan, dikutip dari Al-Jazeera, Minggu (18/5/2025).
Baca juga: Mobil Paus Fransiskus Akan Disulap Jadi Klinik Keliling di Gaza, Bagaimana Cerita di Baliknya?
Menurut keterangan direktur, RS Indonesia masih menampung sekitar 30 pasien dan 15 tenaga medis. Sehingga sedikitnya ada 55 orang terjebak di dalam sana.
Kemudian berdasar laporan Antara, ada empat dokter dan delapan perawat yang berada di dalam gedung rumah sakit.
Lebih lanjut mengenai peristiwa ini, berikut 3 fakta tentang serangan Israel terhadap RS Indonesia di Gaza Utara.
Sebelum ini, direktur RS Al-Shifa dr. Muhammad Abu Salmiya mengungkap bahwa serangan Israel terhadap rumah sakit di Gaza semakin intens sejak Sabtu lalu.
Berdasarkan kesaksiannya, tim medis kewalahan karena semakin banyak orang membutuhkan perawatan.
"Tim medis benar-benar menderita, dan kami memiliki beberapa tim medis dan staf ... dan banyak orang membutuhkan lebih banyak perawatan medis," terang Abu Salmiya kepada Al Jazeera.
Ia memperingatkan, ribuan orang yang sakit kemungkinan bisa kehilangan nyawa jika tidak ada perawatan memadai.
Selain itu, Gaza juga membutuhkan lebih banyak donor darah.
Baca juga: Sukarelawan MER-C Ungkap Kondisi RS Indonesia Saat Israel Gempur Gaza
Dilansir dari Kompas.com, Senin (19/5/2025), organisasi kemanusiaan Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) memaparkan kerusakan yang dialami RS Indonesia.
Kini, rumah sakit tersebut dalam kondisi memprihatinkan karena mengalami kerusakan pada infrastrukturnya.
"Kaca-kaca jendela pecah dan plafon berjatuhan di lantai, sehingga mengganggu berbagai layanan medis penting di ruang perawatan intensif, instalasi gawat darurat, dan ruang operasi," terang MER-C melalui siaran pers.