KOMPAS.com - Baru 10 bulan menjabat, Perdana Menteri Thailand Paetongtarn Shinawarta didesak mundur imbas percakapannya dengan mantan pemimpin Kamboja Hun Sen bocor.
Dalam rekaman berdurasi 17 menit itu, Paetongtarn dan Hun Sen membicarakan tentang konflik perbatasan kedua negara.
Kebocoran obrolan mereka pun memicu kemarahan publik terhadap perdana menteri termuda Thailand tersebut.
Sebagai tanggapan atas skandal telepon yang melibatkan dirinya, Paetongtarn telah menyampaikan permintaan maafnya.
"Saya ingin meminta maaf atas rekaman percakapan saya dengan seorang pemimpin Kamboja yang bocor telah menyebabkan kemarahan publik," kata Paetongtarn, dikutip dari BBC, Kamis (19/6/2025).
Baca juga: Sepak Terjang Tony Blair, Eks Perdana Menteri Inggris yang Masuk Struktur Danantara
Selain itu, koalisi utama partai Peu Thai Paetongtarn mengalami guncangan imbas skandal sang perdana menteri.
Bumjaithai, partai terbesar kedua dalam koalisi, mengundurkan diri pada Rabu (18/6/2025). Keputusan partai tersebut memberikan pukulan telak bagi posisi Paetongtarn di parlemen.
Dengan formasinya yang semakin tipis, koalisi itu akan hilang jika lebih banyak anggota yang mundur.
Lantas, apa isi obrolan PM Thailand dengan mantan pemimpin Kamboja itu? Mengapa hal ini memicu kemarahan publik?
Dilansir dari CNN, Kamis (19/6/2025), rekaman telepon berdurasi 17 menit itu telah dikonfirmasi keabsahannya oleh dua belah pihak.
Dalam percakapan tersebut, Paetongtarn memanggil Hun Sen sebagai "paman" dan berbicara tentang insiden perbatasan yang menyebabkan satu tentara Kamboja tewas pada bulan Mei lalu.
Obrolan itu juga memberikan isyarat adanya ketegangan antara pemerintahannya dengan militer Thailand.
Kepada Hun Sen, Paetongtarn mengaku telah mendapat tekanan dalam negeri dan meminta eks pemimpin Kamboja itu tidak percaya pada "pihak seberang".
Sosok yang dibicarakan oleh PM Thailand itu disinyalir sebagai seorang komandan militer Thailand yang vokal.
"Pihak itu ingin terlihat hebat, mereka akan mengatakan hal-hal yang tidak menguntungkan bangsa. Yang kami inginkan hanyalah perdamaian seperti sebelum ada bentrokan," kata Paetongtarn.