KOMPAS.com - Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis ketika tekanan darah dalam arteri meningkat secara konsisten di atas batas normal.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan/atau diastolik ≥ 90 mmHg.
Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala pada tahap awal, sehingga sering disebut sebagai pembunuh diam-diam atau "silent killer".
Untuk mencegah kenaikan tekanan darah tinggi agar tidak semakin meningkat, seseorang dianjurkan untuk rutin mengonsumsi obat hipertensi sesuai anjuran dokter.
Penggunaan obat ini berfungsi mengontrol tekanan darah agar tetap dalam batas normal dan mencegah komplikasi serius seperti serangan jantung atau stroke.
Lantas, apa efek obat hipertensi pada ginjal?
Baca juga: Jarang Disadari, Berikut 5 Kebiasaan Sehari-hari yang Menyebabkan Batu Ginjal
Dokter spesialis penyakit dalam di RS Saiful Anwar Malang, Dr. dr. Syifa Mustika, SpPD-KGEH mengatakan, hipertensi merupakan kondisi kronis yang bersifat menetap.
Artinya, tekanan darah tinggi dapat berlangsung dalam jangka panjang dan tidak sembuh dengan sendirinya.
Jika tidak dikendalikan, hipertensi bisa meningkatkan risiko penyakit serius seperti serangan jantung, stroke, dan gagal ginjal.
Oleh karena itu, pengobatan tekanan darah tinggi biasanya dilakukan secara rutin dan jangka panjang, bahkan bisa seumur hidup, guna menjaga tekanan darah tetap stabil.
"Namun, jika seseorang berhasil menurunkan tekanan darahnya secara signifikan melalui perubahan gaya hidup, ada kemungkinan dosis obat bisa dikurangi bahkan dihentikan, dengan pengawasan dokter. Tapi ini hanya terjadi pada sebagian kecil pasien," kata Syifa kepada Kompas.com, Kamis (22/5/2025).
Baca juga: [POPULER TREN] Manfaat dan Efek Samping Makan Ubi Jalar | Tanda-tanda Infeksi Ginjal
Konsumsi obat hipertensi dalam jangka panjang, bahkan bisa seumur hidup, kerap menimbulkan kekhawatiran terkait kondisi ginjal.
Menjawab hal tersebut, Syifa mengatakan, konsumsi obat hipertensi secara rutin tidak merusak ginjal.
Sebaliknya, justru tekanan darah tinggi yang tidak terkontrollah yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal secara perlahan.
Syifa menjelaskan, beberapa obat antihipertensi, seperti ACE inhibitor dan ARB, memang bisa menyebabkan peningkatan kadar kreatinin dalam darah secara sementara.
Namun, dalam jangka panjang, obat-obatan ini justru bermanfaat untuk melindungi fungsi ginjal, terutama pada pasien dengan diabetes atau penyakit ginjal kronis tahap awal.
"Jadi intinya obat hipertensi tidak merusak ginjal jika digunakan sesuai anjuran dokter, justru dapat mencegah kerusakan ginjal akibat tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol," jelasnya.
"Namun, tentunya pemantauan fungsi ginjal secara berkala tetap penting untuk semua pasien hipertensi," tambahnya.
Baca juga: Dokter Spesialis Ungkap Tanda Ginjal Mulai Bermasalah, Apa Saja Gejalanya?
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini