KOMPAS.com - Bitcoin kembali mencetak sejarah dengan menembus angka 120.000 dollar AS (sekitar Rp 1,95 miliar) untuk pertama kalinya pada Senin (14/7/2025).
Ini menandai lonjakan harga bitcoin terbaru bagi aset digital terbesar di dunia.
Menurut laporan Reuters, Selasa (15/7/2025), mata uang kripto tersebut sempat menyentuh rekor 123.153,22 dollar AS (lebih dari Rp 2 miliar) sebelum terkoreksi dan bertengger di kisaran 119.750,86 dollar AS ( sekitar Rp 1,94 miliar), masih mencatat kenaikan 0,5 persen pada hari itu.
Sejak awal tahun 2025, harga Bitcoin telah naik lebih dari 27 persen.
Lonjakan harga terjadi menjelang pembahasan sejumlah RUU terkait aset digital oleh Dewan Perwakilan Rakyat Amerika Serikat (AS).
Jika disahkan, regulasi ini akan menjadi landasan hukum nasional yang telah lama dinantikan oleh pelaku industri kripto.
Lantas, mengapa harga bitcoin melonjak?
Baca juga: Harga Bitcoin Sempat Anjlok Rp 45,6 Juta Setelah AS Serang Iran
Sebagaimana diberitakan Independent, Jumat (11/7/2025), sejak pengumuman kebijakan tarif besar-besaran oleh Presiden AS Donald Trump pada 2 April yang ia sebut sebagai “Hari Pembebasan”, pasar kripto khususnya Bitcoin, menunjukkan pergerakan signifikan.
Ketika indeks saham global mengalami tekanan, Bitcoin justru mengalami lonjakan tajam dari sekitar 70.000 dollar AS (Rp 1,13 miliar) ke level saat ini.
Lonjakan ini didorong oleh langkah Trump yang membentuk cadangan strategis Bitcoin sebagai aset negara, yang ia gambarkan sebagai “Benteng Knox virtual untuk emas digital”.
Kebijakan tersebut membuka babak baru dalam legitimasi Bitcoin.
Pemerintah AS bersama sejumlah lembaga keuangan mulai menempatkan mata uang kripto ini sebagai bagian dari perencanaan ekonomi jangka panjang.
Hal ini dinilai sebagai sinyal kuat bahwa Bitcoin tengah bergerak dari pinggiran menuju pusat kebijakan ekonomi global.
Baca juga: Harga Bitcoin Tertinggi Sepanjang Sejarah, Capai Rp 1,95 Miliar
"Bitcoin kini berada di inti pemikiran ekonomi nasional di Amerika, ekonomi terbesar di dunia. Ia juga masuk dalam agenda keuangan perusahaan dan portofolio institusi," ujar Nigel Green, CEO perusahaan penasihat keuangan deVere Group dikutip dari Independent.
Green menilai, ketika pemerintah mempertimbangkan Bitcoin sebagai bagian dari cadangan negara, hal ini akan mengubah cara dunia melihat risiko finansial secara menyeluruh.