KOMPAS.com - Mantan prajurit Marinir TNI AL, Satria Arta Kumbara, kembali menjadi bahan pembicaraan publik setelah sebuah video berisi permintaannya untuk dipulangkan ke Indonesia beredar luas di media sosial.
Sebelumnya, nama Satria Kumbara sempat viral lantaran tampil dalam sejumlah video yang memperlihatkan dirinya mengenakan seragam militer Rusia.
Ia disebut-sebut bergabung sebagai prajurit di negara tersebut dan menandatangani kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia.
Baca juga: Eks Marinir Satria Kumbara Pilih Jadi Tentara Bayaran Rusia lalu Menyesal, Kenapa?
Namun, kini Satria Kumbara dikabarkan menghadapi pencabutan status kewarganegaraan Indonesia oleh otoritas Rusia sehingga ia meminta untuk dapat kembali ke Tanah Air.
Melalui akun TikTok @zstorm689 pada Minggu (20/7/2025), Satria menyampaikan pesan terbuka kepada Presiden Prabowo Subianto, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka, dan Menteri Luar Negeri Sugiono.
Dalam pesannya, Satria memohon maaf atas ketidaktahuannya yang menyebabkan pencabutan status kewarganegaraan Indonesia akibat kontrak dengan Kementerian Pertahanan Rusia.
Pangamat sempat beranggapan bahwa motif finansial diperkirakan menjadi penyebab utama mantan marinir Indonesia bergabung dengan dinas militer asing, situasi yang bisa mengancam keamanan nasional.
Pengamat militer sekaligus pendiri Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi berpendapat motif ekonomi menjadi salah satu faktor utama yang mendorong prajurit Indonesia bergabung ke dinas ketentaraan asing.
Fahmi mengatakan "kesenjangan gaji" di kalangan tentara bisa jadi mendorong mereka keluar dari TNI.
Merujuk Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2024, gaji pokok tentara berpangkat sersan dua seperti Satriya Kumbara berkisar antara Rp 2.272.100 hingga Rp3.733.700.
Selain itu, Fahmi menilai, ada fenomena di lingkungan militer ketika prajurit bintara dan tamtama memilih keluar TNI saat berusia produktif demi mencari peluang penghidupan lebih baik.
"Ketika mereka masih cukup sehat, cukup produktif begitu, mereka sudah bisa beraktivitas untuk meningkatkan kesehatan dengan aktivitas-aktivitas bisnis di luar TNI," ujar Fahmi pada 15 Mei lalu, dikutip dari BBC News Indonesia.
Meski begitu, Fahmi tak menampik faktor lain yang bisa saja memicu mereka ingin ikut berperang di luar negeri, seperti keinginan untuk mempraktikan keterampilan yang dipunyai.
Baca juga: Rusia Bereaksi Usai Trump Ancam Bom Moskwa, Jubir Kremlin Tak Bisa Membantah
Menurut Fahmi, besaran upah tentara bayaran (mercenary) sangat bergantung pada sejumlah faktor, termasuk negara penempatan, jenis konflik dan risiko, spesialisasi prajurit, dan durasi penugasan.
Fahmi mencatat bahwa mereka yang bergabung dengan perusahaan militer swasta, seperti Wagner Group (Rusia) atau Blackwater/Academi (Amerika Serikat) dapat memperoleh ribuan dollar AS per bulan, tergantung peran yang diambil.