KOMPAS.com - Baku tembak antara militer Thailand dan Kamboja di perbatasan kedua negara terjadi pada Kamis (24/7/2025).
Konflik antara Thailand dan Kamboja ini berakar sejak 1962, ketika kedua negara berebut kepemilikan Kuil Preah Vihear, sebuah kuil suci yang terletak di perbatasan.
Indonesia sendiri tercatat pernah menjadi mediator untuk mendamaikan konflik Thailand dan Kamboja pada 2011.
Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan mantan Menteri Luar Negeri Indonesia Marty Natalegawa menjadi dua sosok penting di balik mediator itu.
Lantas, bagaimana Indonesia menjadi mediator konflik Thailand dan Kamboja saat itu?
Baca juga: Diancam Donald Trump, Thailand dan Kamboja Pertimbangkan Gencatan Senjata
Peran sebagai mediator konflik Thailand dan Kamboja berawal ketika Indonesia menjadi Ketua ASEAN pada 2011.
Sebagai Ketua ASEAN, Indonesia diminta oleh Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk membantu menyelesaikan konflik antar dua negara tersebut.
Upaya ini juga didukung oleh Mahkamah Internasional (ICJ) dan pemerintah Amerika Serikat.
Dikutip dari jurnal berjudul "Strategi Indonesia dalam Kepemimpinan ASEAN 2011 (Analisis Peran Indonesia sebagai Penengah Konflik Thailand-Kamboja 2008-2011" karya Tri Cahyo Utomo, dkk., pada 2013, Indonesia menempuh beberapa cara untuk membendung ketegangan konflik.
Baca juga: Penembakan Massal Terjadi di Pasar Or Tor Kor Thailand, 6 Orang Dilaporkan Tewas
Salah satunya adalah memfasilitasi pertemuan formal dan informal antara Thailand dan Kamboja.
Berikut ini peran Indonesia sebagai mediator konflik Thailand dan Kamboja:
Seluruh pertemuan tersebut merupakan forum yang sifatnya informal dan formal demi menciptakan penyelesaian sengketa ASEAN berdasarkan pada Treaty of Amity and Cooperation (TAC) dan Piagam ASEAN.
Baca juga: Thailand Nyatakan Siap Gencatan Senjata dengan Kamboja, Apa Saja yang Sudah Terjadi?
Niat baik Indonesia sebagai mediator konflik Thailand-Kamboja tidak berjalan dengan mulus.
Pada pertemuan kali pertama di acara informal Menlu ASEAN di Jakarta, Indonesia menawarkan solusi berupa penempatan sebuah tim observer di wilayah sengketa untuk memastikan kondisi di sana dan memperlancar proses negosiasi.
Penawaran ini mendapat persetujuan dari Kamboja, tetapi Thailand masih memerlukan verifikasi dan jawaban dari parlemen.