KOMPAS.com - Daniel Jackson, pria muda berusia 20 tahun asal Inggris, mendeklarasikan berdirinya Free Republic of Verdis (Republik Bebas Verdis), sebuah negara mikro yang terletak di wilayah sengketa antara Kroasia dan Serbia.
Berbekal impian masa kecil dan pemahaman hukum wilayah tak bertuan, Jackson mendirikan Verdis di sebidang hutan kecil seluas 0,5 kilometer persegi di sepanjang Sungai Donau.
Tanah ini dikenal sebagai “kantong tiga” dan tidak diklaim secara resmi oleh kedua negara tetangga akibat konflik perbatasan yang berlangsung bertahun-tahun.
"Verdis adalah ide yang saya punya sejak usia 14 tahun," kata Jackson kepada SWNS, Selasa (29/7/2025).
Baca juga: OKI dan Negara Arab Ramai-ramai Kutuk Menteri Israel yang Beribadah di Masjid Al Aqsa
"Awalnya hanya eksperimen kecil bersama teman-teman," tambahnya.
Ia kemudian secara resmi menyatakan kemerdekaan Verdis pada 30 Mei 2019 dan menyusun struktur kenegaraan saat berusia 18 tahun, lengkap dengan kabinet, sistem hukum, bendera nasional, serta penggunaan mata uang euro.
Bahasa resmi yang diakui adalah Inggris, Kroasia, dan Serbia.
Kini, Verdis mengeklaim memiliki lebih dari 400 warga negara dari 15.000 pelamar, dan setiap warga diberikan paspor resmi meskipun dengan peringatan agar tidak digunakan untuk bepergian lintas negara.
Baca juga: Pendaftaran Upacara 17 Agustus di Istana Negara Dibuka Besok, Klik Pandang.istanapresiden.go.id
Upaya Jackson untuk menetap secara permanen di Verdis berakhir dengan penolakan keras dari otoritas Kroasia.
Pada Oktober 2023, ia dan sejumlah pendukung ditahan lalu dideportasi. Ia pun dijatuhi larangan masuk seumur hidup ke Kroasia.
"Mereka mendeportasi kami, tapi tidak pernah menjelaskan alasannya secara jelas. Mereka bilang kami ancaman terhadap keamanan dalam negeri," ungkapnya.
Sejak saat itu, Jackson menjalankan apa yang ia sebut sebagai pemerintahan di pengasingan.
Menurut Jackson, otoritas Kroasia bahkan memasang pemantauan ketat di sepanjang tepian Donau untuk mencegah akses ke wilayah Verdis dari arah Serbia.
Namun, ia menyebut pihak Serbia bersikap lebih terbuka, dan kini rutin melakukan kunjungan ke Beograd untuk mencari dukungan.
"Kami punya banyak masalah dengan Kroasia, tapi tetap berharap bisa menjalin hubungan baik suatu saat nanti," katanya.