KOMPAS.com - Eks Menteri Agama 2020-2024 Yaqut Cholil Qoumas memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis (7/8/2025).
Lembaga anti-rasuah memanggil Yaqut untuk dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi kuota haji khusus.
Berdasarkan laporan Antara, (7/8/2025), ia tiba di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta sekitar pukul 09.31 WIB sambil membawa map berwarna biru.
“Saya hanya bawa SK sebagai menteri,” kata Yaqut dalam keterangannya kepada awak media sebelum menjalani pemeriksaan.
Lalu, bagaimana perjalanan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus?
Baca juga: Penjelasan Ustaz Khalid Basalamah Usai Dimintai Keterangan Kuota Haji oleh KPK
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, sebelum kasus dugaan korupsi kuota haji khusus mencuat, Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) sempat bernegosiasi dengan Putra Mahkota Kerajaan Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) pada 19 Oktober 2023.
Jokowi bertemu MBS karena terjadi antrean panjang jemaah haji Indonesia pada tahun tersebut.
“Di 2023 itu, karena antrean yang panjang, antrean reguler ini maka Presiden Republik Indonesia pada saat itu bertemu dengan raja di sana, yaitu pemerintahan Arab Saudi,” kata Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta dikutip dari Kompas.com, Rabu (6/8/2025).
Setelah Jokowi bertemu MBS, Indonesia mendapat tambahan kuota haji sebanyak 20.000 orang.
Baca juga: Berbenah Usai Muncul Wacana Arab Saudi Potong 50 Persen Kuota Haji Indonesia...
Dari jumlah tersebut, KPK menduga bahwa 10.000 kuota dialokasikan untuk haji reguler, sementara sisanya 10.000 kuota dipakai untuk kuota haji khusus.
Itu artinya, tambahan kuota yang didapat dari Arab Saudi dibagi untuk haji reguler dan khusus masing-masing sebanyak 50 persen.
Padahal, menurut Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus hanya delapan persen, bukan 50 persen.
“Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus,” jelas Asep.
“Jadi, kan berbeda. Harusnya 92 persen dengan 8 persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” tambahnya.
Baca juga: Ustaz Khalid Basalamah Dimintai Keterangan KPK dalam Kasus Kuota Haji, Sebagai Apa?
Asep menjelaskan, proses penambahan kuota ternyata dibagi kepada agen travel.