SAAT ini semakin marak kita temui kabar-kabar dalam bentuk video yang sensasional, bahkan tragis. Ada video tentang jembatan runtuh saat mobil-mobil banyak melintas, lalu bangunan yang runtuh sementara di bawahnya banyak orang sedang berdiri.
Atau luapan tsunami yang dengan seketika menimpa orang-orang yang sedang berjemur di pantai.
Video-video tersebut tersebar dengan cepat di media sosial seperti Facebook, Instagram, atau TikTok.
Kalimat-kalimat pengantar yang ada pada bagian caption menjelaskan kronologi dan lokasinya dengan gaya seperti berita langsung di media massa.
Banyak yang kemudian berkomentar dalam postingan tersebut, menyatakan kekagetan dan kengerian mereka karena ada musibah fatal yang terekam kamera.
Ternyata, ditemukan bahwa video berita tersebut merupakan hasil buatan artificial intelligence (AI). Itu adalah karya fiksi, yang direkayasa secara sangat halus dari pemandangan asli dengan pertolongan teknologi AI.
Hasilnya, sangat mendekati kejadian asli. Banyak yang percaya itu adalah kenyataan, sebelum kemudian ada netizen sadar bahwa yang ia lihat adalah rekayasa AI.
Hal itu memberikan kebimbangan pada sebagian besar netizen, terutama yang serius mencari informasi melalui media sosial. Setiap ada video menarik dan bernilai berita tinggi, selalu timbul pertanyaan, "Ini AI bukan, sih?"
Baca juga: Dilema Jurnalisme Kini: Uang, Etika, dan Hilangnya Independensi Media
Dengan adanya teknologi yang sangat canggih sehingga dapat menciptakan kreasi buatan dengan tingkat kemiripan tinggi dengan aslinya, pertanyaan-pertanyaan besar timbul.
Apakah sudah sedemikian sulit orang memercayai berita di media sosial? Bagaimana mendapatkan informasi yang menarik, bernilai berita tinggi, tapi nyaman untuk diakses di media sosial?
Dari sedemikian banyak alternatif jawaban, salah satunya adalah dengan mengembangkan AI sebagai news storyteller.
AI sebagai pencerita (storyteller) mungkin bukan hal yang aneh lagi saat ini. Mungkin dapat disamaartikan dengan mesin pencerita buku audible, di mana penggunanya dapat mendengarkan isi buku tersebut melalui program AI bersuara natural.
Namun yang dimaksud dengan news storyteller di sini adalah teknologi AI yang mampu menceritakan fakta-fakta dari peristiwa ketika ada penggunanya yang membutuhkan.
Teknologi ini memiliki kemampuan untuk menceritakan kembali kejadian lama atau yang baru saja terjadi, sehingga penggunanya mendapatkan informasi dan kemudian membayangkan kejadian sebenarnya seperti apa melalui cerita yang disampaikan.
Peneliti jurnalisme digital dari Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Adi Wibowo Octavianto, bersama Intan Primadini rekannya dari kampus yang sama melakukan riset serupa, telah merancang aplikasi news storyteller ini.