Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
The Conversation
Wartawan dan akademisi

Platform kolaborasi antara wartawan dan akademisi dalam menyebarluaskan analisis dan riset kepada khalayak luas.

Menghitung Untung Rugi Energi Nuklir bagi Indonesia

Kompas.com - 24/03/2025, 09:24 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh Agus Hasan*

KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia resmi memasukkan energi nuklir ke dalam Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2024, yang merupakan dokumen kebijakan jangka panjang sektor kelistrikan.

Dalam rencana ini, pemerintah menargetkan listrik dari energi nuklir mencapai hampir 8 persen dari total kapasitas pembangkit listrik nasional pada 2060.

Nuklir rencananya akan menjadi pemasok listrik dasar (baseload) untuk memastikan kesetabilan di tengah upaya transisi energi dan pencapaian target nol emisi.

Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia membutuhkan pasokan energi yang stabil dan terjangkau untuk mendukung pertumbuhan industri. Tapi pertanyaannya: apakah energi nuklir adalah pilihan yang tepat?

Belajar dari krisis energi Eropa

Tragedi Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Chernobyl 1986 dan Fukushima 2011 menunjukkan dampak fatal dari kegagalan teknis, bencana alam, atau kesalahan manusia dalam mengelola reaktor nuklir.

Baca juga: 20 Persen Listrik Lampung Sudah Berasal dari Energi Terbarukan

Selain risiko keamanan yang tinggi, kritikus juga sering menyoroti modal awal jumbo untuk membangun reaktor nuklir yang mencapai 10 miliar dollar AS atau Rp 163,9 triliun per gigawatt (GW), dengan masa pembangunan sekitar 8-10 tahun.

Namun, krisis energi di Eropa akibat perang Ukraina membuka mata banyak negara soal pentingnya pasokan energi yang stabil. Untuk itu, setiap negara harus berpikir ulang dalam menyusun strategi untuk beralih ke energi yang lebih bersih.

Prancis, misalnya, memutuskan tetap mempertahankan reaktor nuklirnya, yang kini menyuplai hampir 70 persen dari total listrik negara.

Sementara Jerman kukuh memilih menghapus energi nuklir sepenuhnya pada tahun 2023 dan beralih pada energi terbarukan variabel (VRE) seperti tenaga angin dan surya. Sayangnya, produksi listrik dari dua energi ini kurang stabil lantaran bergantung pada kondisi cuaca.

Selama periode “Dunkelflaute" — saat intensitas matahari dan angin sangat rendah — produksi listrik di Jerman turun drastis. Untuk mengatasi kekurangan pasokan, Jerman akhirnya bergantung pada impor listrik dari negara tetangga seperti Prancis dan Swedia, yang mayoritas menggunakan tenaga nuklir.

Ketergantungan ini menyebabkan harga listrik di Jerman melonjak drastis, hingga mencapai 936 Euro/MWh atau Rp 16,6 juta per MWh selama dunkelflaute pada Desember tahun lalu. Angka ini tertinggi dalam 18 tahun terakhir.

Dari Jerman, banyak negara Eropa akhirnya belajar bahwa transisi ke energi terbarukan harus mempertimbangkan keseimbangan antara energi baseload dan VRE. Menurut sejumlah studi, komposisi bauran energi idealnya 60–70 persen energi baseload dan 30–40 persen VRE.

Kebutuhan energi 2050: EBT tidak akan cukup

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
Ambil Untung Tanpa Merugikan, Cara Masyarakat Adat Raja Ampat Hidup Tanpa Tambang
Ambil Untung Tanpa Merugikan, Cara Masyarakat Adat Raja Ampat Hidup Tanpa Tambang
LSM/Figur
Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
Agar AI Tak Lagi Bias, UN Women Serukan Teknologi yang Ramah Gender
LSM/Figur
ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
ASEAN Butuh 100 Miliar Dollar AS untuk Transmisi Energi Terbarukan
Pemerintah
Terurai dalam Sejam, Inovasi Plastik dari Jepang Bawa Harapan di Tengah Kebuntuan
Terurai dalam Sejam, Inovasi Plastik dari Jepang Bawa Harapan di Tengah Kebuntuan
LSM/Figur
BRIN-PT GIGATECH Luncurkan Inovasi Motor Tempel Listrik
BRIN-PT GIGATECH Luncurkan Inovasi Motor Tempel Listrik
Pemerintah
Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup
Demi AI, Meta Kontrak Pakai Nuklir dari Pembangkit yang Nyaris Tutup
Swasta
Laut Kita Kian Menggelap, Keseimbangan Ekosistemnya Terganggu
Laut Kita Kian Menggelap, Keseimbangan Ekosistemnya Terganggu
LSM/Figur
Kemenaker Dorong Green Skills lewat Employment of the Future
Kemenaker Dorong Green Skills lewat Employment of the Future
Pemerintah
Selamatkan Raja Ampat, Penghentian Tambang Sementara Tak Cukup
Selamatkan Raja Ampat, Penghentian Tambang Sementara Tak Cukup
Swasta
Raja Ampat, Jejak Kerusakan Hutan, dan Harapannya
Raja Ampat, Jejak Kerusakan Hutan, dan Harapannya
LSM/Figur
Studi: Polusi Suara Manusia Ancam Kesejahteraan Fauna di Antartika
Studi: Polusi Suara Manusia Ancam Kesejahteraan Fauna di Antartika
LSM/Figur
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Investasi Energi Dunia Melonjak ke Rekor 3,3 Triliun Dollar AS pada 2025
Swasta
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Laporan PBB: Kembangkan AI, Raksasa Teknologi Picu Lonjakan Emisi 150 Persen
Swasta
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Eropa Batasi Penangkapan Ikan Berlebihan dari Negara Dunia Ketiga
Pemerintah
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Masih Ada yang Bandel, Menteri LH Desak Semua Produsen Patuhi Larangan AMDK di Bawah 1 Liter di Bali
Pemerintah
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau