KOMPAS.com - Dewan Eropa dan Parlemen Eropa telah mencapai kesepakatan sementara untuk memperketat pengawasan terhadap praktik penangkapan ikan tidak berkelanjutan yang dilakukan oleh negara ketiga.
Jacek Czerniak, Sekretaris Negara Polandia untuk Pertanian dan Pembangunan Pedesaan mengatakan kesepakatan baru ini bukan hanya sekadar aturan tambahan, tetapi sebuah lompatan dalam kemampuan Uni Eropa untuk secara aktif dan efektif membentuk kembali praktik perikanan global menuju keberlanjutan.
“Pesan kami jelas, kami bertekad untuk menjaga keberlanjutan jangka panjang stok ikan bersama dan melindungi nelayan Eropa dari persaingan yang tidak adil,” katanya.
Peraturan yang direvisi menetapkan definisi yang lebih jelas tentang apa yang dianggap sebagai 'kegagalan untuk bekerja sama' dengan aturan penangkapan ikan Uni Eropa.
Baca juga: Negara Rugi Rp 13 Triliun karena Illegal Fishing, Menteri KP Desak Audit Pajak Kapal Ikan
Contohnya, seperti mengutip ESG News, Jumat (6/6/2025), antara lain menolak untuk terlibat atau menyertakan pihak terkait dalam konsultasi masalah perikanan, tidak mengadopsi atau menegakkan tindakan kontrol dan konservasi yang disepakati serta menerapkan kuota diskriminatif yang mengabaikan hak-hak negara lain dan merusak keberlanjutan stok.
Dampak atau risiko bagi negara-negara yang melanggar standar-standar yang disebutkan di atas adalah pembatasan yang diberlakukan oleh Uni Eropa, dan salah satu pembatasan yang paling signifikan adalah larangan impor.
Ini berarti produk-produk perikanan dari negara tersebut tidak akan diizinkan masuk ke pasar Uni Eropa, yang bisa menjadi kerugian ekonomi besar bagi negara yang bersangkutan.
Selain itu ruang lingkup penegakan kini secara eksplisit mencakup organisasi pengelolaan perikanan regional (RFMOs).
Dengan memasukkan RFMOs dalam lingkup penegakan, berarti Uni Eropa dapat menggunakan kekuatan regulasi barunya tidak hanya dalam hubungan bilateral dengan suatu negara, tetapi juga dalam konteks multilateral di mana RFMOs beroperasi.
Baca juga: Pembangunan Lintasan Ikan Masih Minim Keterlibatan Masyarakat
RFMOs adalah badan-badan internasional yang anggotanya adalah negara-negara yang memiliki kepentingan dalam pengelolaan stok ikan di wilayah geografis tertentu.
Untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas berjalannya regulasi ini, Komisi Eropa juga harus secara teratur melaporkan kepada Dewan dan Parlemen mengenai kemajuan dalam menemukan pelanggar dan bagaimana berinteraksi dengan negara-negara tersebut.
Regulasi ini juga memberikan batas waktu yang jelas yakni 90 hari bagi negara ketiga untuk menanggapi tuduhan atau permintaan perbaikan.
Dengan tenggat itu, Uni Eropa berharap dapat lebih efisien dalam mengatasi praktik penangkapan ikan yang tidak berkelanjutan dan melindungi sumber daya laut dengan lebih cepat. Itu juga memberikan tekanan yang lebih besar pada negara ketiga untuk bertindak.
Langkah Uni Eropa ini adalah sinyal kuat bahwa mereka tidak hanya peduli pada keberlanjutan lingkungan, tetapi juga pada keadilan ekonomi.
Baca juga: KKP Ungkap VMS Jadi Kunci Pengawasan Perikanan Berkelanjutan
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya