KOMPAS.com - Studi yang dilakukan oleh Universitas Republik Uruguay (Udelar) dan Universitas Pompeu Fabra (UPF) menemukan bahwa polusi suara yang dihasilkan oleh aktivitas manusia di beberapa area Antartika dapat berdampak negatif pada kesejahteraan fauna di area tersebut.
Studi tersebut mencatat bahwa kebisingan yang dihasilkan oleh manusia dapat menjadi pemicu stres yang signifikan bagi fauna Antartika.
Sayangnya, konsekuensi negatifnya sejauh ini selalu diremehkan.
Mengutip Phys, Jumat (6/6/2025), peningkatan aktivitas manusia di Antartika, termasuk operasi ilmiah dan logistik, telah menimbulkan kekhawatiran serius tentang dampak kebisingan yang mereka hasilkan terhadap lingkungan alam di sana.
Untuk memahami dampak ini lebih lanjut, sebuah studi spesifik yang dilakukan oleh peneliti dari Udelar dan UPF telah menganalisis efek kebisingan dari sebuah generator listrik di Area Lindung Khusus Antartika (ASPA) nomor 150 yang terletak di Pulau Ardley.
Baca juga: KKP Dorong Penataan Ruang Laut Demi Keberlanjutan Ekosistem
Studi ini kemduian dipublikasikan di jurnal Ecological Informatics.
Fokus utama studi yaitu melakukan verifikasi apakah kebisingan dari generator listrik yang berjarak 2 km dapat mencapai dan mengganggu area lindung di Pulau Ardley.
Sebagai informasi, pulau tersebut adalah tempat berkembang biak penting bagi burung laut seperti penguin, petrel, dara laut, dan skua.
Pulau juga dikunjungi oleh mamalia laut, berbagai spesies anjing laut, singa laut Antartika, anjing laut gajah yang pergi ke sana untuk mencari makan atau berganti kulit.
Peneliti kemudian merekam suara-suara dari beberapa area di Pulau Ardley selama musim panas tahun 2022 dan 2023.
Pulau ini terletak sangat dekat dengan semenanjung Fildes, salah satu area terpadat di Antartika karena beberapa pangkalan dari berbagai negara berada di sana.
Penelitian telah berhasil membuktikan bahwa kebisingan dari generator di Antartika memang terdengar jelas di Area Lindung Khusus (ASPA). Namun, temuan penting ini belum cukup untuk memahami dampak penuhnya.
Baca juga: Bagaimana Serigala Menjaga Keseimbangan Ekosistem?
Oleh karena itu, penelitian di masa mendatang harus fokus pada identifikasi efek spesifik yang ditimbulkan kebisingan tersebut terhadap perilaku beragam spesies hewan yang mendiami area lindung tersebut.
Kebisingan yang disebabkan oleh manusia dapat memengaruhi komunikasi dan interaksi sosial hewan, yang bergantung pada sinyal akustik.
Para peneliti menjelaskan bahwa sinyal akustik sangat penting untuk komunikasi dan interaksi sosial berbagai spesies dan penelitian sebelumnya telah menemukan bahwa kebisingan yang dibuat oleh manusia merupakan pemicu stres lingkungan utama bagi hewan.
Akan tetapi, hingga saat ini sebagian besar penelitian tentang subjek tersebut berfokus pada ekosistem laut, sedangkan penelitian saat ini berfokus pada dampak polusi kebisingan pada spesies darat.
MartÃn Rocamora, anggota kelompok penelitian Teknologi Musik (MTG) dari Departemen Teknik UPF mengatakan hewan biasanya merespons paparan kebisingan dengan mengubah perilaku mereka yang biasa, termasuk perubahan jenis dan frekuensi vokalisasi serta efisiensi dalam mencari makan dan merespons predator. Mereka juga dapat mengalami kehilangan pendengaran atau peningkatan kadar hormon stres.
Peneliti pun mendesak untuk meningkatkan pemahaman dan tindakan terkait polusi suara di Antartika.
Untuk mewujudkan hal ini, mereka merekomendasikan dua hal utama yakni melakukan pemantauan suara secara rutin dan menerapkan berbagai strategi untuk mengurangi dampak kebisingan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia di seluruh wilayah Antartika.
Baca juga: Harga Serangga untuk Pertanian: Tanpanya, Rp 300 Triliun Melayang
Mari berkontribusi langsung dalam upaya mencegah dan mengatasi masalah STUNTING di Indonesia. Ikut berdonasi dengan klik Kompas.com Jernih Berbagi.Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya