Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Desi Sommaliagustina
Dosen

Dosen, Penulis dan Peneliti Universitas Dharma Andalas, Padang

Hilangnya Marwah Pengadilan

Kompas.com - 11/02/2025, 17:29 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

INSIDEN kericuhan di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Utara pada Kamis (6/2/2025), yang melibatkan Hotman Paris Hutapea dan Razman Arief Nasution beserta tim kuasa hukumnya, menjadi sorotan publik setelah rekaman peristiwa tersebut viral di media sosial.

Kejadian ini tidak hanya mencoreng wajah peradilan Indonesia, tetapi juga menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai etika profesi advokat dan bagaimana menjaga wibawa lembaga peradilan.

Ruang sidang adalah tempat sakral di mana hukum ditegakkan dengan penuh martabat. Pasal 217 KUHAP secara tegas menyatakan bahwa "Sidang pengadilan bersifat terbuka untuk umum kecuali ditentukan lain oleh undang-undang."

Keterbukaan ini bukan hanya bentuk transparansi, tetapi juga upaya menegakkan kepercayaan publik terhadap sistem peradilan.

Baca juga: Legislative Heavy: DPR Berkuasa dengan Tata Tertib

Keterbukaan tersebut bukan alasan untuk melanggar norma kesopanan dan ketertiban. Insiden di mana terdakwa Razman Nasution mengamuk, bahkan tim kuasa hukumnya sampai berdiri di atas meja persidangan, jelas merupakan pelanggaran serius terhadap etika dan tata tertib sidang.

Hal ini berpotensi melanggar Pasal 217 KUHP yang mengatur tentang penghinaan terhadap pengadilan (contempt of court), di mana setiap tindakan yang merendahkan martabat atau mengganggu proses peradilan dapat dikenakan sanksi hukum.

Advokat, sebagai bagian dari penegak hukum, memiliki kewajiban moral dan profesional untuk menjaga integritas profesi.

Kode Etik Advokat Indonesia (KEAI) menegaskan bahwa advokat harus bersikap sopan terhadap hakim, sesama advokat, dan pihak-pihak lain di pengadilan.

Tindakan anarkistis yang dilakukan oleh tim kuasa hukum Razman Nasution tidak hanya melanggar kode etik tersebut, tetapi juga merusak citra profesi advokat di mata publik.

Advokat memiliki hak imunitas dalam menjalankan tugasnya, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat.

Hak ini bukan berarti kebal dari aturan etika dan hukum yang berlaku. Imunitas tidak dapat digunakan sebagai tameng untuk membenarkan perilaku tidak terpuji di ruang sidang.

Pengadilan kehilangan marwah

Pengadilan adalah simbol supremasi hukum (rule of law). Setiap aktor di dalamnya: hakim, jaksa, penasihat hukum, dan pihak terkait lainnya memiliki peran yang sudah diatur dengan tegas dalam peraturan perundang-undangan.

Seorang advokat, misalnya, memiliki kewajiban untuk bertindak berdasarkan kode etik profesi yang menuntut sikap hormat kepada pengadilan, menjaga martabat profesi, serta menghormati lawan seprofesi.

Dalam persidangan Razman dan Hotman, seakan jauh dari batas-batas profesionalisme.

Baca juga: Ironi Kemenkeu yang Konon Berintegritas

Alih-alih berargumen secara substantif, persidangan berubah menjadi ajang saling serang pribadi, adu ego, dan pertunjukan retorika yang tidak relevan dengan pokok perkara.

Halaman:


Terkini Lainnya
Kualitas Udara di Jakarta Pagi Ini Tak Sehat bagi Kelompok Sensitif
Kualitas Udara di Jakarta Pagi Ini Tak Sehat bagi Kelompok Sensitif
Megapolitan
Dahsyatnya Puting Beliung di Depok: Atap Rumah Warga dan Terminal Jatijajar Roboh
Dahsyatnya Puting Beliung di Depok: Atap Rumah Warga dan Terminal Jatijajar Roboh
Megapolitan
Vihara Lalitavistara Cilincing Kebakaran, Kerugian Capai Rp 1 Miliar
Vihara Lalitavistara Cilincing Kebakaran, Kerugian Capai Rp 1 Miliar
Megapolitan
Apa Alasan Transjakarta Ubah Bus Rute Kampung Rambutan-Blok M Jadi Minitrans?
Apa Alasan Transjakarta Ubah Bus Rute Kampung Rambutan-Blok M Jadi Minitrans?
Megapolitan
Pembelaan Panitia yang Minta Rp 15.000 ke Warga untuk Tebus Daging Kurban di Cikiwul
Pembelaan Panitia yang Minta Rp 15.000 ke Warga untuk Tebus Daging Kurban di Cikiwul
Megapolitan
Sederet Bantuan yang Dibutuhkan Korban Kebakaran Penjaringan
Sederet Bantuan yang Dibutuhkan Korban Kebakaran Penjaringan
Megapolitan
Pemprov Jakarta Bakal Bangun Tanggul untuk Cegah Banjir Rob di Jakut
Pemprov Jakarta Bakal Bangun Tanggul untuk Cegah Banjir Rob di Jakut
Megapolitan
Mayat Pria Ditemukan di Apartemen Tebet
Mayat Pria Ditemukan di Apartemen Tebet
Megapolitan
Kasus Warga Cikiwul Tebus Daging Kurban Rp 15.000 Diselesaikan secara Musyawarah
Kasus Warga Cikiwul Tebus Daging Kurban Rp 15.000 Diselesaikan secara Musyawarah
Megapolitan
Korban Kebakaran Penjaringan Minta Rano Karno Bantu Pembangunan Rumah: Kan Kita Udah Milih Dia
Korban Kebakaran Penjaringan Minta Rano Karno Bantu Pembangunan Rumah: Kan Kita Udah Milih Dia
Megapolitan
Hendak Tawuran Sambil Bawa Sajam hingga Bom Molotov, 3 Remaja di Jakpus Ditangkap
Hendak Tawuran Sambil Bawa Sajam hingga Bom Molotov, 3 Remaja di Jakpus Ditangkap
Megapolitan
Cerita Misti Selamatkan Diri dari Kebakaran Penjaringan: Asap 'Ngebul' ke Muka Saya
Cerita Misti Selamatkan Diri dari Kebakaran Penjaringan: Asap "Ngebul" ke Muka Saya
Megapolitan
Korban Kebakaran Penjaringan Kesulitan Gunakan Toilet Portabel
Korban Kebakaran Penjaringan Kesulitan Gunakan Toilet Portabel
Megapolitan
Plafon Terminal Jatijajar Depok Roboh akibat Angin Puting Beliung
Plafon Terminal Jatijajar Depok Roboh akibat Angin Puting Beliung
Megapolitan
Korban Kebakaran Penjaringan Masih Kekurangan Bantuan Pakaian
Korban Kebakaran Penjaringan Masih Kekurangan Bantuan Pakaian
Megapolitan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau