Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Munir Sara
Tenaga Ahli Anggota DPR RI

Menyelesaiakan Pendidikan S2 dengan konsentrasi kebijakan publik dan saat ini bekerja sebagai tenaga Ahli Anggota DPR RI Komisi XI

Apa Strategi Jitu Prabowo Mengokohkan Kedaulatan Energi?

Kompas.com - 10/09/2024, 14:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAYA telah mendengar pidato dua presiden dengan masing-masing dua periode, yakni Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Kali ini saya dengar lagi pidato yang sama dari presiden terpilih, Prabowo Subianto.

Ketiganya mengatakan RI punya proven reserves energy yang besar. Termasuk biofuel energy, sebagaimana yang disampaikan Prabowo pada Kongres PAN, 24 Agustus 2024, di Jakarta. Namun, problemnya RI selalu defisit energi.

Lifting Migas selalu rentan di bawah asumsi makro selama dua dekade terakhir, sejak zaman SBY hingga Jokowi. Kendati sekali lagi, RI berlimpah proven reserve energy.

Boro-boro mengalami "kedaulatan energi," wong untuk "ketahanan energi saja kita sempoyongan" ketika terjadi volatilitas harga energi global. APBN dari sisi subsidi energi selalu tertekan bila terjadi fluktuasi harga internasional.

Memang investasi di sektor energi ini mahal. Termasuk untuk transisi energi. Butuh biaya besar. Duit RI masih sedikit. Sebab itu bergantung pada investasi asing dalam bentuk FDI/Foreign Direct Investment.

Dari rilis Kementerian ESDM, butuh investasi untuk transisi energi sebesar 20-30 miliar dollar AS tiap tahun. Sekitar Rp 500 triliun per tahun. Ini uang besar.

Otomatis kalau dana asing, maka meski punya proven reserve energy yang besar, untungnya tetap mengalami repatriasi ke negeri asal dalam bentuk remitansi dividen dan gaji pekerja atau tenaga ahli asing. Termasuk impor barang modal. Meminjam istilah Prabowo, uang kita bocor keluar.

Kembali ke pokok soal, investasi di sektor energi yang besar, namun belum diimbangi dengan kedalaman sektor keuangan.

Sektor keuangan RI masih dangkal. Oleh sebab itu, untuk pembiayaan investasi besar, seperti di sektor energi atau transisi energi, butuh FDI.

Pada akhir 2023, rasio kredit terhadap PDB Indonesia adalah sekitar 40 persen. Angka ini lebih rendah dibandingkan negara-negara seperti Malaysia (sekitar 130 persen) atau Thailand (sekitar 90 persen).

Kapitalisasi pasar saham Indonesia pada akhir 2023 adalah sekitar 670 miliar dollar AS. Ini relatif kecil jika dibandingkan dengan negara-negara seperti India (sekitar 3 triliun dollar AS) atau China (sekitar 13 triliun dollar AS), menunjukkan pasar modal Indonesia masih kurang dalam.

Menurut laporan World Bank "Global Financial Development Report 2023," kedalaman sektor keuangan Indonesia masih di bawah rata-rata negara-negara berkembang di Asia Tenggara.

Dus, dangkalnya sektor keuangan ini pula menyebabkan investasi di sektor hulu energi masih kering pembiayaan. Sektor keuangan RI belum memiliki ceruk khusus untuk pembiayaan sektor hulu energi.

Proven reserve energy besar, tapi masih minim pembiayaan. Ini masalah klasik yang perlu dicari jalan keluarnya secara serius.

GDP sektoral RI harus benar-benar diarahkan pada sektor potensial mendongkrak penerimaan negara. Financial reform harus terus mendorong inklusi keuangan dan literasi melalui digitalisasi.

Halaman:


Terkini Lainnya
InJourney Hospitality Group Salurkan Hewan Kurban Idul Adha
InJourney Hospitality Group Salurkan Hewan Kurban Idul Adha
Ekbis
Bupati Raja Ampat: Masyarakat Tak Mau Tambang Nikel PT Gag Ditutup ...
Bupati Raja Ampat: Masyarakat Tak Mau Tambang Nikel PT Gag Ditutup ...
Ekbis
Meski Kantongi Izin Resmi, Bahlil Perketat Pengawasan 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Meski Kantongi Izin Resmi, Bahlil Perketat Pengawasan 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Ekbis
OJK: Buron Kasus Investree Adrian Gunadi Ada di Qatar
OJK: Buron Kasus Investree Adrian Gunadi Ada di Qatar
Ekbis
7.000 Pekerjanya Kena PHK, P&G Tak Kebal Efek Tarif Trump
7.000 Pekerjanya Kena PHK, P&G Tak Kebal Efek Tarif Trump
Ekbis
Peringati Idul Adha 1446 H, Pertamina Hulu Salurkan Ribuan Hewan Kurban  hingga ke Pelosok
Peringati Idul Adha 1446 H, Pertamina Hulu Salurkan Ribuan Hewan Kurban hingga ke Pelosok
Ekbis
Disney Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Bagian Film, Televisi dan Keuangan Terdampak
Disney Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Bagian Film, Televisi dan Keuangan Terdampak
Ekbis
Cara Pesan SR022 via wondr by BNI, Bisa Dapat Cashback hingga Rp 15 Juta
Cara Pesan SR022 via wondr by BNI, Bisa Dapat Cashback hingga Rp 15 Juta
Ekbis
LQ45 Masih Tertekan, Stimulus Ekonomi dan Dividen Jadi 'Angin Segar' di Semester II 2025
LQ45 Masih Tertekan, Stimulus Ekonomi dan Dividen Jadi "Angin Segar" di Semester II 2025
Cuan
Perusahaan Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dapat Keistimewaan Khusus
Perusahaan Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dapat Keistimewaan Khusus
Energi
BSU Juni-Juli 2025 Cair, Simak Cara Cek dan Kriterianya
BSU Juni-Juli 2025 Cair, Simak Cara Cek dan Kriterianya
Ekbis
Mentan Geram Ada Oknum yang Manipulasi Data Stok Beras, Bakal Ambil Langkah Hukum
Mentan Geram Ada Oknum yang Manipulasi Data Stok Beras, Bakal Ambil Langkah Hukum
Ekbis
Gubernur Papua Barat Daya Bantah Isu Kerusakan Lingkungan di Pulau Gag: Hoaks, Air Lautnya Biru...
Gubernur Papua Barat Daya Bantah Isu Kerusakan Lingkungan di Pulau Gag: Hoaks, Air Lautnya Biru...
Ekbis
6 Mitos soal AI yang Dipatahkan Studi Global, Termasuk Soal Ancaman terhadap Pekerjaan
6 Mitos soal AI yang Dipatahkan Studi Global, Termasuk Soal Ancaman terhadap Pekerjaan
Ekbis
OECD Prediksi Defisit APBN Indonesia Naik tapi Masih Sesuai Batas Aman
OECD Prediksi Defisit APBN Indonesia Naik tapi Masih Sesuai Batas Aman
Keuangan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau