MELALUI beberapa pernyataan Menteri Desa Yandri Suanto tentang program Makan Bergizi Gratis (MBG), pesan yang dapat diperkaya adalah: Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) merupakan aktor kunci dalam program unggulan Presiden Prabowo Subianto tersebut.
Substansi arah kebijakan Mendes di balik program MBG adalah menekan angka malnutrisi dan meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat miskin di pedesaan.
Gagasan ini sejalan dengan salah satu butir Sustainable Development Goals (SDGs) Desa, yakni "desa tanpa kelaparan".
Selain itu, program ini juga bertujuan meningkatkan Local Economic Development (LED) melalui BUMDes sebagai key actors dalam rangka memperkuat ekonomi desa dengan BUMDes sebagai pilar utamanya, yakni sebagai social enterprise.
Program MBG sekaligus menjadikan BUMDes sebagai pilar penting dalam pembangunan ekosistem pertanian desa.
Pasalnya, program makan bergizi gratis sangat bergantung pada seberapa besar dukungan kelancaran supply chain pangan yang sebagian besar berada di kawasan pedesaan.
Program MBG adalah momentum strategis untuk membangun ekonomi desa melalui rantai pasok pangan, karena desa secara hakikatnya adalah sumber lumbung pangan nasional.
Dengan narasi ideal ini (desa sebagai lumbung pangan), maka semestinya statistik kesejahteraan yang lebih tinggi adalah milik masyarakat desa.
Namun, kenyataannya, statistik kesejahteraan sering kali menempatkan desa pada posisi terendah dari seluruh aspek ekonomi.
Program MBG tak sekadar memastikan siswa/i yang kurang mampu dapat mengakses nutrisi yang cukup di sekolah. Sasaran lain dari program ini adalah membangun pilar ekonomi secara bottom-up (dari desa).
Oleh sebab itu, diperlukan dukungan manajerial untuk menghubungkan mata rantai ekonomi dengan menjadikan pemerintah desa sebagai government actors, BUMDes sebagai primary stakeholders, serta masyarakat desa sebagai shareholders sekaligus workforce.
Dengan demikian, setiap lapisan dalam mata rantai ekonomi program MBG adalah entitas yang dapat tumbuh bersama secara ekonomi.
Anggaran program MBG sebesar Rp 71 triliun dalam APBN, selain menunjukkan konsistensi pemerintah untuk berinvestasi di bidang SDM, juga menjadi wujud penguatan ekonomi desa berbasis rantai suplai pangan.
Banyak pihak meragukan program MBG, terutama setelah anggaran per anak diturunkan dari Rp 15.000 menjadi Rp 10.000.
Namun, menurut penulis, pendekatan terhadap kebijakan dalam perspektif administrasi publik modern harus teknokratis dan futuristik, bukan sekadar politis semata.