INDONESIA saat ini tengah menghadapi tantangan ekonomi yang kompleks pascapandemi, di tengah ketidakpastian global yang semakin meningkat.
Dalam kondisi seperti ini, kejelasan dan konsistensi kebijakan pemerintah menjadi faktor krusial untuk menjaga momentum pertumbuhan ekonomi.
Namun, belakangan ini, langkah-langkah pemerintah justru sering kali menciptakan ketidakpastian.
Kebijakan fiskal yang berubah-ubah dan sinyal kebijakan yang membingungkan—seperti program efisiensi anggaran hingga polemik pengangkatan Calon Aparatur Sipil Negara (CASN)—telah membuat pelaku usaha dan pasar keuangan merasa waswas.
Oleh karena itu, pemerintah jangan bermain-main dengan ketidakpastian, karena dampaknya adalah hilangnya kepercayaan pasar dan investor.
Baca juga: Vietnam Bergerak Lebih Cepat
Sejak awal pemerintahan baru, agenda efisiensi anggaran telah digaungkan dengan target ambisius. Presiden Prabowo Subianto bahkan menargetkan penghematan belanja negara hingga Rp 750 triliun pada tahun pertama pemerintahan.
Pemangkasan besar-besaran ini dilakukan melalui berbagai tahap penyisiran belanja kementerian/lembaga dan BUMN.
Tujuan dari kebijakan ini mulia: mengalokasikan dana untuk program prioritas seperti makanan bergizi gratis dan investasi negara.
Namun, implementasinya terkesan tergesa-gesa dan kurang transparan. Banyak kementerian dan pemerintah daerah menahan belanjanya menunggu arahan yang jelas terkait instruksi efisiensi ini.
Akibatnya, beberapa proyek pembangunan dilaporkan berhenti karena ketidakpastian anggaran setelah instruksi pemotongan belanja dikeluarkan.
Kondisi ini menciptakan kebingungan di kalangan dunia usaha yang bergantung pada proyek pemerintah, sekaligus menimbulkan kesan bahwa pemerintah tidak memiliki peta jalan fiskal yang jelas.
Ketidakpastian juga muncul dari kebijakan pengangkatan CASN yang berubah arah. Awalnya, pemerintah bersama DPR sepakat menunda pengangkatan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dari Maret 2025 menjadi Oktober 2025, konon demi menghemat anggaran.
Langkah ini memicu spekulasi bahwa kondisi keuangan negara sedang sulit, sehingga pengangkatan aparatur baru harus ditunda.
Celakanya, setelah gejolak ini muncul, pemerintah justru mengirimkan sinyal berbeda. Pihak Istana membantah penundaan tersebut terkait efisiensi anggaran dan menyatakan bahwa masih ada tahapan seleksi yang belum selesai.
Pernyataan yang saling bertolak belakang ini hanya menambah ketidakjelasan arah kebijakan. Publik dan pelaku pasar dibuat bertanya-tanya: apakah negara sedang berhemat karena kas menipis atau hanya masalah teknis rekrutmen?
Baca juga: Komunikasi dalam Masyarakat Tidak Tulus
Ketika komunikasi kebijakan tidak sinkron, pasar cenderung menerjemahkannya sebagai tanda ketidakpastian fiskal.
Terlebih lagi, hal ini diperburuk dengan tertundanya rilis laporan realisasi APBN Januari 2025, yang di luar kebiasaan.
Transparansi dalam laporan keuangan negara, yang biasanya menjadi pegangan investor, pun terganggu. Tak heran jika situasi ini memicu spekulasi bahwa kondisi fiskal sedang kurang sehat, yang berimbas pada merosotnya sentimen pelaku pasar.
Kebijakan fiskal yang tidak konsisten dan penuh tanda tanya berdampak nyata pada dunia usaha dan kepercayaan investor. Bagi pelaku bisnis, ketidakpastian berarti kesulitan dalam mengambil keputusan.