BADAN Pengelola Investasi (BPI) Daya Anagata Nusantara (Danantara) mengumumkan struktur kepengurusan lengkap di Jakarta, Senin (24/3/2025).
Struktur lengkap kepengurusan BPI Danantara yang disampaikan langsung oleh CEO Danantara Rosan Perkasa Roeslani, mulai dari Dewan Pengarah, Dewan Penasihat, Komite Pengawasan dan Akuntabilitas, Komite Pengawasan dan Akuntabilitas, Managing Director, hingga jabatan struktural lainnya.
Diumumkannya struktur BPI Danantara, tidak lepas dari ditandatanganinya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2025 tentang Organisasi dan Tata Kelola Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara.
Danantara sebagai lembaga investasi kekayaan negara (sovereign wealth fund), nantinya akan mengelola lebih dari 900 miliar dollar AS (sekitar Rp 14.648 triliun).
Danantara akan mengelola semua aset BUMN, termasuk dividen yang selama ini menjadi penerimaan negara bukan pajak dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Memang secara ideal, pembentukan BPI Danantara merupakan langkah strategis dalam transformasi BUMN dan sejalan dengan visi Indonesia emas 2045 yang dilakukan dengan bersinergi antara pemerintah, BUMN, dan seluruh pemangku kepentingan.
Namun, untuk semakin memantapkan BPI Danantara, maka perlu pembenahan terus-menerus demi melindungi Danantara dari risiko Korupsi, Kolusi, Nepotisme (KKN), yang bisa menghambat tujuan awal dibentuknya lembaga tersebut.
Baca juga: Rangkap Jabatan Ketua KPK di Danantara
Adapun yang menjadi sorotan publik dari struktur Danantara adalah masuknya lembaga independen negara seperti KPK, BPK, dan PPATK dalam kepengurusan bidang Komite Pengawasan dan Akuntabilitas BPI Danantara.
Tentu, publik bertanya-tanya: “Bagaimana mungkin lembaga independen negara bisa masuk ke dalam struktur BPI Danantara? Bukankah itu akan mencederai independensinya? Atau bahkan berpotensi menimbulkan conflict of interest?”
Awal-awal didirikannya BPI Danantara, isu yang pertama kali beredar adalah BPI Danantara tidak dapat diaudit oleh BPK maupun diawasi oleh KPK.
Namun, Presiden Prabowo Subianto hingga CEO BPI Danantara menegaskan bahwa BPI Danantara harus dikelola secara transparan dan bisa diaudit setiap saat.
Artinya, keseriusan Presiden Prabowo agar BPI Danantara bisa diaudit menjadi kontradiksi dengan dimasukkannya lembaga negara independen negara seperti KPK, BPK, dan PPATK dalam kepengurusan bidang Komite Pengawasan dan Akuntabilitas BPI Danantara.
KPK, BPK, dan PPATK bukan sekadar lembaga biasa. Independensi KPK dijamin dalam pasal 3 UU KPK bahwa: “Komisi Pemberantasan Korupsi adalah lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif yang dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya bersifat independen dan bebas dari pengaruh kekuasaan manapun.”
Independensi BPK dijamin pasal 23 ayat 1 UUD NRI Tahun 1945, bahwa: “Untuk memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan satu Badan Pemeriksa Keuangan yang bebas dan mandiri”.
Independensi PPATK dijamin pasal 1 ayat (2) UU tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, bahwa: “Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah lembaga independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.”
Baca juga: Kopdes Merah Putih Balik Modal 5 Kali dalam 2 Tahun: Prediksi atau Halusinasi?