Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Untar untuk Indonesia
Akademisi

Platform akademisi Universitas Tarumanagara guna menyebarluaskan atau diseminasi hasil riset terkini kepada khalayak luas untuk membangun Indonesia yang lebih baik.

Kembali Belajar Teori Perdagangan Internasional Gara-gara Trump

Kompas.com - 16/04/2025, 20:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Frangky Selamat*

KERIUHAN respons banyak pihak akibat pengenaan tarif resiprokal oleh Presiden AS Donald Trump ke lebih dari 60 negara, mendorong sejumlah dosen dan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis untuk mempelajari kembali teori perdagangan internasional dalam ilmu makroekonomi.

Walau banyak pengamat ekonomi mengingatkan bahwa kebijakan Trump lebih bernuansa politis, ketimbang logika ekonomi sehingga tidak bisa dijelaskan dengan teori ekonomi, tapi tidak ada salahnya membuka kembali buku teks makroekonomi.

Salah satu buku teks yang dapat digunakan sebagai acuan berjudul Macroeconomics edisi pertama tahun 2015, dari Daron Acemoglu, David Laibson dan John A. List.

Daron Acemoglu adalah salah satu penerima Nobel Ilmu Ekonomi 2024 bersama Simon Johnson dan James Robinson.

Menurut Acemoglu dkk (2015), perdagangan internasional antara dua negara (bilateral) terjadi karena terdapat perbedaan di dalam keunggulan komparatif (comparative advantage).

Seorang produsen memiliki keunggulan komparatif dalam menghasilkan barang atau jasa ketika memiliki biaya oportunitas per unit yang lebih rendah dibandingkan produsen lain.

Penjelasannya seperti ini. Anggaplah terdapat dua negara A dan B. Pekerja di negara A memiliki produktivitas dalam perakitan ponsel sebanyak 10.000 ponsel/tahun dan penelitian dan pengembangan sebanyak 5 inovasi/tahun.

Baca juga: Populisme Dagang Donald Trump: Its (not) Economy, Stupid!

Sementara pekerja negara B, produktivitas perakitan ponsel sebanyak 2.000 ponsel/tahun dan penelitian dan pengembangan sebanyak 2 inovasi/tahun.

Biaya oportunitas riset dan pengembangan negara A adalah 2.000 ponsel/tahun (10.000:5=2.000), sementara negara B adalah 1.000 ponsel/tahun (2.000:2=1.000).

Artinya adalah, jika negara A fokus pada riset dan pengembangan, bukan perakitan, maka “mengorbankan” perakitan sebanyak 2.000 ponsel/tahun. Sementara negara B “mengorbankan” 1.000 ponsel/tahun.

Jika ditinjau dari biaya oportunitas perakitan, maka biaya oportunitas negara A adalah 1/2.000 (5:10.000=1/2.000) dan negara B adalah 1/1.000 (2:2.000=1/1.000).

Dengan demikian, jika kedua negara sepakat melakukan perdagangan internasional, maka negara A fokus pada perakitan, dan negara B pada riset dan pengembangan, karena biaya oportunitas perakitan negara A lebih efisien daripada negara B. Demikian pula biaya riset dan pengembangan negara B lebih efisien daripada negara A.

Penjelasan ini bisa memberikan gambaran mengapa dua negara sepakat melakukan perdagangan internasional, karena kedua negara yang terlibat fokus pada keunggulan komparatif masing-masing.

Maka tak heran jika iPod yang merupakan subbrand dari Apple, memiliki beberapa komponen utama, yaitu hard drive untuk memuat lagu, video dan foto, diproduksi di Jepang, dan memory card diproduksi di Korea Selatan.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of


Terkini Lainnya
InJourney Hospitality Group Salurkan Hewan Kurban Idul Adha
InJourney Hospitality Group Salurkan Hewan Kurban Idul Adha
Ekbis
Bupati Raja Ampat: Masyarakat Tak Mau Tambang Nikel PT Gag Ditutup ...
Bupati Raja Ampat: Masyarakat Tak Mau Tambang Nikel PT Gag Ditutup ...
Ekbis
Meski Kantongi Izin Resmi, Bahlil Perketat Pengawasan 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Meski Kantongi Izin Resmi, Bahlil Perketat Pengawasan 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Ekbis
OJK: Buron Kasus Investree Adrian Gunadi Ada di Qatar
OJK: Buron Kasus Investree Adrian Gunadi Ada di Qatar
Ekbis
7.000 Pekerjanya Kena PHK, P&G Tak Kebal Efek Tarif Trump
7.000 Pekerjanya Kena PHK, P&G Tak Kebal Efek Tarif Trump
Ekbis
Peringati Idul Adha 1446 H, Pertamina Hulu Salurkan Ribuan Hewan Kurban  hingga ke Pelosok
Peringati Idul Adha 1446 H, Pertamina Hulu Salurkan Ribuan Hewan Kurban hingga ke Pelosok
Ekbis
Disney Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Bagian Film, Televisi dan Keuangan Terdampak
Disney Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Bagian Film, Televisi dan Keuangan Terdampak
Ekbis
Cara Pesan SR022 via wondr by BNI, Bisa Dapat Cashback hingga Rp 15 Juta
Cara Pesan SR022 via wondr by BNI, Bisa Dapat Cashback hingga Rp 15 Juta
Ekbis
LQ45 Masih Tertekan, Stimulus Ekonomi dan Dividen Jadi 'Angin Segar' di Semester II 2025
LQ45 Masih Tertekan, Stimulus Ekonomi dan Dividen Jadi "Angin Segar" di Semester II 2025
Cuan
Perusahaan Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dapat Keistimewaan Khusus
Perusahaan Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dapat Keistimewaan Khusus
Energi
BSU Juni-Juli 2025 Cair, Simak Cara Cek dan Kriterianya
BSU Juni-Juli 2025 Cair, Simak Cara Cek dan Kriterianya
Ekbis
Mentan Geram Ada Oknum yang Manipulasi Data Stok Beras, Bakal Ambil Langkah Hukum
Mentan Geram Ada Oknum yang Manipulasi Data Stok Beras, Bakal Ambil Langkah Hukum
Ekbis
Gubernur Papua Barat Daya Bantah Isu Kerusakan Lingkungan di Pulau Gag: Hoaks, Air Lautnya Biru...
Gubernur Papua Barat Daya Bantah Isu Kerusakan Lingkungan di Pulau Gag: Hoaks, Air Lautnya Biru...
Ekbis
6 Mitos soal AI yang Dipatahkan Studi Global, Termasuk Soal Ancaman terhadap Pekerjaan
6 Mitos soal AI yang Dipatahkan Studi Global, Termasuk Soal Ancaman terhadap Pekerjaan
Ekbis
OECD Prediksi Defisit APBN Indonesia Naik tapi Masih Sesuai Batas Aman
OECD Prediksi Defisit APBN Indonesia Naik tapi Masih Sesuai Batas Aman
Keuangan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau