Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Ija Suntana
Dosen

Pengajar pada Program Studi Hukum Tata Negara UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Buruh dan Negara Kesejahteraan yang Ditunggu-tunggu

Kompas.com - 01/05/2025, 09:30 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

TERKAIT buruh sebagai kelompok yang paling rentan dan terbatas akses pada jaminan kesejahteraan yang memadai, penting kembali membicarakan cita-cita negara kesejahteraan (welfare state), sekalipun entah kapan terwujudnya.

Dan berbicara buruh bukan sekadar berbicara sekelompok pekerja pabrik yang punya jadwal pasti dan dan tempat bekerja tetap, tapi juga para pekerja informal yang bertahan untuk tetap makan dan memberi makan keluarganya tanpa kepastian.

Mereka yang menjadi tukang parkir, pemulung, ojek pangkalan, ojek online, buruh cuci, pedagang kaki lima, atau pekerja rumahan setiap hari mencari makan senemunya, apa adanya, dan sebisanya.

Mereka menopang hidup keluarganya dari kerja harian, yang kadang ada, kadang tidak. Saat mereka sakit, tidak ada yang menggaji. Saat mereka tua, tidak ada pensiun. Ketika mereka meninggal, keluarganya menanggung utang untuk biaya pemakaman.

Apakah para buruh informal membutuhkan simpati? Tampaknya bukan itu, yang mereka butuhkan adalah sistem. Mereka tidak minta dikasihani, tapi butuh diakui.

Baca juga: Menyambut Hari Buruh: Upah Murah, Pidato Mahal

Para buruh informal ingin sistem yang “fair”. Mereka tidak ingin jadi pengemis bantuan negara. Mereka tidak malas, makanya mau banting tulang mencari sesuap nasi dalam ketidakpastian.

Saya tidak punya data angka berapa jumlah atau persentase tenaga kerja informal di negeri ini, yang pasti jumlahnya lebih besar dibanding pekerja formal. Untuk hal demikian, kita perlu menyuarakan keprihatinan dan memikirkan tentang nasib mereka.

Mereka yang bekerja serabutan untuk mempertahankan makan diri dan keluargnya, bukan sekadar tidak punya jaminan kepastian pendapatan, tapi juga tidak ter-cover dalam perlindungan asuransi ketenagakerjaan.

Ketika mereka sakit dan tidak mampu berobat, mereka tidak pergi ke rumah sakit rujukan pemerintah, karena biaya administrasi ditambah rumitnya birokrasi.

Mereka datang ke masjid, gereja, vihara, atau yayasan sosial lokal. Berharap ada program infak, zakat, atau derma dadakan untuk sekadar membeli obat warungan.

Ketika anak-anak mereka tidak bisa membayar SPP, mereka mengandalkan gotong royong komunitas—dari ustaz, pendeta, ketua RT, atau tokoh lokal.

Bahkan dalam kematian pun, biaya penguburan mereka seringkali ditanggung oleh kas masjid atau kotak derma gereja.

Terkadang saya suka buruk sangka bahwa jangan-jangan kedekatan sejumlah orang yang berada dalam keterbatasan akses kesejahteraan ke tempat-tempat ibadah adalah karena jalan hidup, bukan karena keyakinan spiritual.

Saya perlu tobat tampaknya dari buruk sangka tersebut. Biarkan saja mereka dalam keadaan demikian.

Mereka jangan ditarik-tarik dulu untuk menjadi pengabdi yang murni (ikhlas) secara spiritual. Karena memang di sanalah letak pertolongan praktis yang tak disediakan sistem negara. Mau apa lagi dan itu sah-sah saja.

Halaman:


Terkini Lainnya
InJourney Hospitality Group Salurkan Hewan Kurban Idul Adha
InJourney Hospitality Group Salurkan Hewan Kurban Idul Adha
Ekbis
Bupati Raja Ampat: Masyarakat Tak Mau Tambang Nikel PT Gag Ditutup ...
Bupati Raja Ampat: Masyarakat Tak Mau Tambang Nikel PT Gag Ditutup ...
Ekbis
Meski Kantongi Izin Resmi, Bahlil Perketat Pengawasan 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Meski Kantongi Izin Resmi, Bahlil Perketat Pengawasan 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Ekbis
OJK: Buron Kasus Investree Adrian Gunadi Ada di Qatar
OJK: Buron Kasus Investree Adrian Gunadi Ada di Qatar
Ekbis
7.000 Pekerjanya Kena PHK, P&G Tak Kebal Efek Tarif Trump
7.000 Pekerjanya Kena PHK, P&G Tak Kebal Efek Tarif Trump
Ekbis
Peringati Idul Adha 1446 H, Pertamina Hulu Salurkan Ribuan Hewan Kurban  hingga ke Pelosok
Peringati Idul Adha 1446 H, Pertamina Hulu Salurkan Ribuan Hewan Kurban hingga ke Pelosok
Ekbis
Disney Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Bagian Film, Televisi dan Keuangan Terdampak
Disney Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Bagian Film, Televisi dan Keuangan Terdampak
Ekbis
Cara Pesan SR022 via wondr by BNI, Bisa Dapat Cashback hingga Rp 15 Juta
Cara Pesan SR022 via wondr by BNI, Bisa Dapat Cashback hingga Rp 15 Juta
Ekbis
LQ45 Masih Tertekan, Stimulus Ekonomi dan Dividen Jadi 'Angin Segar' di Semester II 2025
LQ45 Masih Tertekan, Stimulus Ekonomi dan Dividen Jadi "Angin Segar" di Semester II 2025
Cuan
Perusahaan Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dapat Keistimewaan Khusus
Perusahaan Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dapat Keistimewaan Khusus
Energi
BSU Juni-Juli 2025 Cair, Simak Cara Cek dan Kriterianya
BSU Juni-Juli 2025 Cair, Simak Cara Cek dan Kriterianya
Ekbis
Mentan Geram Ada Oknum yang Manipulasi Data Stok Beras, Bakal Ambil Langkah Hukum
Mentan Geram Ada Oknum yang Manipulasi Data Stok Beras, Bakal Ambil Langkah Hukum
Ekbis
Gubernur Papua Barat Daya Bantah Isu Kerusakan Lingkungan di Pulau Gag: Hoaks, Air Lautnya Biru...
Gubernur Papua Barat Daya Bantah Isu Kerusakan Lingkungan di Pulau Gag: Hoaks, Air Lautnya Biru...
Ekbis
6 Mitos soal AI yang Dipatahkan Studi Global, Termasuk Soal Ancaman terhadap Pekerjaan
6 Mitos soal AI yang Dipatahkan Studi Global, Termasuk Soal Ancaman terhadap Pekerjaan
Ekbis
OECD Prediksi Defisit APBN Indonesia Naik tapi Masih Sesuai Batas Aman
OECD Prediksi Defisit APBN Indonesia Naik tapi Masih Sesuai Batas Aman
Keuangan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau