Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kuntoro Boga
Kepala Pusat BSIP Perkebunan, Kementan

Kuntoro Boga Andri, SP, M.Agr, Ph.D, merupakan lulusan Institut Pertanian Bogor tahun 1998. Ia adalah alumni S1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian IPB. Pria kelahiran Banjarmasin tahun 1974 ini diangkat sebagai CPNS pada 1999, dan mulai bekerja sebagai peneliti di BPTP Karangploso, Jawa Timur.

Mengurai Keruwetan Tata Niaga Kelapa

Kompas.com - 08/05/2025, 19:45 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

KELAPA sejatinya merupakan komoditas tradisional dan unggulan Nusantara. Namun, kondisi agribisnis kelapa kini sangat memerlukan perhatian khusus.

Luas perkebunan kelapa terus stagnan sekitar 3,3 juta hektare, dengan total produksi di angka 2,7 juta ton (BPS, 2019–2021).

Di saat produksi tertekan, harga kelapa bulat pada beberapa bulan terakhir, justru melonjak tajam.

Di Riau, sentra produsen kelapa terbesar di Indonesia, harga kelapa butir naik dari Rp 2.900/kg menjadi Rp 8.000/kg dalam kurun 2024–2025.

Sayangnya, lonjakan harga ini meskipun membuat petani kelapa tersenyum, tapi belum berdampak signifikan bagi kesejahteraan mereka.

Menyelisik lebih dalam, harga di daerah pemasaran, pada tingkat konsumen lebih tinggi lagi, yakni Rp 13.769 hingga Rp 21.000 per kilogram (di Jakarta per April 2025).

Kondisi ini mengindikasikan adanya margin distribusi yang sangat besar, dan menandakan rantai pasok kelapa masih bermasalah serta tidak efisien.

Ketimpangan ini tidak menguntungkan bagi ekosistem industri secara keseluruhan. Pelaku usaha khususnya pedagang di hilir dapat menikmati margin berlebih di saat terjadinya sortasi pasokan dalam negeri.

Baca juga: Dari Kebun ke Pasar Dunia: Kelapa Indonesia di Tengah Gelombang Harga

Kondisi tersebut tentu menyulitkan agenda hilirisasi industri kelapa, yang seharusnya mampu mendongkrak nilai tambah, multiplier efek bagi perekonomian daerah dan meningkatkan daya saing komoditas ini di pasar global.

Tata niaga kelapa Indonesia memang masih amat rumit, di mana kebijakan belum sepenuhnya berpihak pada integrasi rantai nilai. Petani kelapa terjebak pada margin perdagangan yang timpang, dan rantai pasok belum optimal.

Kedepan dibutuhkan solusi menyeluruh, di mana reformasi regulasi hingga penguatan kelembagaan perlu dijalankan. Kebijakan yang berpihak pada petani akan meratakan manfaat ekonomi bagi hulu dan hilir.

Dengan sinergi pemerintah, pelaku usaha, dan petani, dan ditopang program hilirisasi yang nyata, maka industrialisasi kelapa dapat dibangkitkan kembali.

Hanya dengan demikian, potensi besar kelapa Indonesia dapat diwujudkan untuk kesejahteraan petani kelapa dan menjadikan kelapa sejajar dengan sawit sebagai komoditas unggulan nasional.

Regulasi dan kebijakan selaras

Sejumlah regulasi yang tidak sinergis menjadi biang keruwetan tata niaga kelapa. Kebijakan pajak dan ekspor yang timpang mendorong para petani lebih senang menjual buahnya mentah ke pasar ekspor ketimbang ke industri dalam negeri.

Selama ini, pembeli bahan baku industri kelapa (kopra, VCO, dsb.) dikenai PPN 10 persen, meskipun, sejak diberlakukannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 64/PMK.03/2022, tarif PPN atas penyerahan barang hasil pertanian tertentu, termasuk kelapa, ditetapkan sebesar 1,1 persen dari harga jual.

Halaman:


Terkini Lainnya
InJourney Hospitality Group Salurkan Hewan Kurban Idul Adha
InJourney Hospitality Group Salurkan Hewan Kurban Idul Adha
Ekbis
Bupati Raja Ampat: Masyarakat Tak Mau Tambang Nikel PT Gag Ditutup ...
Bupati Raja Ampat: Masyarakat Tak Mau Tambang Nikel PT Gag Ditutup ...
Ekbis
Meski Kantongi Izin Resmi, Bahlil Perketat Pengawasan 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Meski Kantongi Izin Resmi, Bahlil Perketat Pengawasan 5 Perusahaan Tambang di Raja Ampat
Ekbis
OJK: Buron Kasus Investree Adrian Gunadi Ada di Qatar
OJK: Buron Kasus Investree Adrian Gunadi Ada di Qatar
Ekbis
7.000 Pekerjanya Kena PHK, P&G Tak Kebal Efek Tarif Trump
7.000 Pekerjanya Kena PHK, P&G Tak Kebal Efek Tarif Trump
Ekbis
Peringati Idul Adha 1446 H, Pertamina Hulu Salurkan Ribuan Hewan Kurban  hingga ke Pelosok
Peringati Idul Adha 1446 H, Pertamina Hulu Salurkan Ribuan Hewan Kurban hingga ke Pelosok
Ekbis
Disney Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Bagian Film, Televisi dan Keuangan Terdampak
Disney Lakukan PHK, Ratusan Karyawan Bagian Film, Televisi dan Keuangan Terdampak
Ekbis
Cara Pesan SR022 via wondr by BNI, Bisa Dapat Cashback hingga Rp 15 Juta
Cara Pesan SR022 via wondr by BNI, Bisa Dapat Cashback hingga Rp 15 Juta
Ekbis
LQ45 Masih Tertekan, Stimulus Ekonomi dan Dividen Jadi 'Angin Segar' di Semester II 2025
LQ45 Masih Tertekan, Stimulus Ekonomi dan Dividen Jadi "Angin Segar" di Semester II 2025
Cuan
Perusahaan Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dapat Keistimewaan Khusus
Perusahaan Tambang di Pulau Gag Raja Ampat Dapat Keistimewaan Khusus
Energi
BSU Juni-Juli 2025 Cair, Simak Cara Cek dan Kriterianya
BSU Juni-Juli 2025 Cair, Simak Cara Cek dan Kriterianya
Ekbis
Mentan Geram Ada Oknum yang Manipulasi Data Stok Beras, Bakal Ambil Langkah Hukum
Mentan Geram Ada Oknum yang Manipulasi Data Stok Beras, Bakal Ambil Langkah Hukum
Ekbis
Gubernur Papua Barat Daya Bantah Isu Kerusakan Lingkungan di Pulau Gag: Hoaks, Air Lautnya Biru...
Gubernur Papua Barat Daya Bantah Isu Kerusakan Lingkungan di Pulau Gag: Hoaks, Air Lautnya Biru...
Ekbis
6 Mitos soal AI yang Dipatahkan Studi Global, Termasuk Soal Ancaman terhadap Pekerjaan
6 Mitos soal AI yang Dipatahkan Studi Global, Termasuk Soal Ancaman terhadap Pekerjaan
Ekbis
OECD Prediksi Defisit APBN Indonesia Naik tapi Masih Sesuai Batas Aman
OECD Prediksi Defisit APBN Indonesia Naik tapi Masih Sesuai Batas Aman
Keuangan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau