Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Belajar dari AS, Pertek Jadi Instrumen Lindungi Industri Baja

Kompas.com - 25/05/2025, 19:31 WIB
Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor

Sumber

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Amerika Serikat kembali mempertegas arah kebijakan proteksionisnya di sektor baja.

Dalam lanjutan kebijakan tarif impor era Presiden Donald Trump, AS resmi memperluas cakupan pembatasan impor baja lewat “Tarif Trump Jilid Kedua” yang diumumkan pada 2 April 2025.

Hampir seluruh produk baja impor kini dikenakan tarif sebesar 25 persen, tanpa kecuali. Kebijakan ini diberlakukan dalam bingkai Section 232 of the Trade Expansion Act of 1962, dengan alasan perlindungan terhadap keamanan nasional.

Baca juga: Perkuat Industri Baja, Krakatau Steel Didorong Kerja Sama Regional

Ilustrasi industri pipa baja. Pengadaan pipa migas oleh Eni North Ganal dan Rapak Deepwater dinilai tak berpihak pada produk dalam negeri. SKK Migas disebut abaikan aturan TKDN dan berpotensi lemahkan industri baja nasional.SHUTTERSTOCK/KASARP STUDIO Ilustrasi industri pipa baja. Pengadaan pipa migas oleh Eni North Ganal dan Rapak Deepwater dinilai tak berpihak pada produk dalam negeri. SKK Migas disebut abaikan aturan TKDN dan berpotensi lemahkan industri baja nasional.

Meski terlihat keras, AS tetap membuka ruang seleksi melalui Product Exclusion Process mekanisme administratif yang memungkinkan tarif dikecualikan bila produk baja tertentu tidak tersedia dari produsen lokal. Dengan demikian, tarif dijadikan alat seleksi, bukan sekadar penghalang impor.

“Pada intinya, ini mirip dengan skema Persetujuan Teknis (Pertek) di Indonesia, Pertek itu ibarat Pertek rasa Indonesia, sedangkan Product Exclusion itu Pertek rasa USA ” ujar Widodo Setiadharmaji, Tenaga Ahli Industri sekaligus pengamat industri baja dan pertambangan dalam keterangannya, Sabtu (26/5).

Indonesia selama ini mengendalikan impor baja melalui Pertek yang diterbitkan oleh Kementerian Perindustrian.

Berbeda dengan pendekatan fiskal AS, Pertek bersifat administratif. Setiap importir wajib mengajukan permohonan lengkap terkait spesifikasi barang, justifikasi kebutuhan, serta peruntukannya.

“Kalau AS pakai pendekatan ‘kena tarif dulu, kecuali nanti’, Indonesia justru ‘minta izin dulu, baru boleh impor’,” ujar Widodo.

Baca juga: Produk Sampingan Pembuatan Baja Dimanfaatkan untuk Pupuk Pertanian

Meski sistem dan instrumennya berbeda, kedua negara mengacu pada prinsip yang sama: melindungi industri dalam negeri dari tekanan impor yang tidak perlu, dengan tetap memberi ruang bila kebutuhan pasar tidak bisa dipenuhi lokal.

Halaman:


Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau