KOMPAS.com - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menegaskan bahwa kebijakan tarifnya tidak bertujuan menyelamatkan industri pakaian dan alas kaki.
Fokus utama pemerintahannya mendorong produksi dalam negeri di sektor teknologi dan pertahanan.
Ia juga menyatakan setuju dengan pernyataan Menteri Keuangan Scott Bessent soal AS tidak perlu bergantung dengan industri tekstil yang sedang berkembang pesat.
Ucapan itu menuai kritik dari Dewan Nasional Organisasi Tekstil AS.
“Kami tidak ingin membuat sepatu kets dan kaus oblong. Kami ingin membuat peralatan militer. Kami ingin membuat hal-hal besar. Kami ingin membuat, melakukan hal-hal yang berkaitan dengan AI (artificial intelligence atau kecerdasan buatan),” kata Trump saat berbicara kepada wartawan di Bandara Morristown, New Jersey, Minggu (19/5/2025), sebelum menaiki Air Force One, dilansir dari Reuters.
“Sejujurnya, saya tidak ingin membuat kaus oblong. Saya tidak ingin membuat kaus kaki. Kami dapat melakukannya dengan sangat baik di lokasi lain. Kami ingin membuat chip dan komputer dan banyak hal lainnya, serta tank dan kapal,” lanjutnya.
Baca juga: Ancaman Tarif Trump ke Uni Eropa Bakal Ganggu Rantai Pasok, Ekspor Indonesia Bakal Kena Getah?
Pernyataan itu langsung mendapat tanggapan dari pelaku industri. Presiden American Apparel & Footwear Association (AAPA) Steve Lamar menilai kebijakan tarif justru membebani industri pakaian dan sepatu. Apalagi, 97 persen produk di sektor ini berasal dari impor.
“Dengan 97 persen pakaian dan sepatu yang kita kenakan diimpor, dan industri ini sudah dikenakan tarif tertinggi di AS, kita seharusnya mencari solusi yang masuk akal,” kata Lamar.
“Lebih banyak tarif hanya akan berarti biaya input yang lebih tinggi bagi produsen AS dan harga yang lebih tinggi yang akan merugikan konsumen berpenghasilan rendah,” lanjutnya.
Trump memang dikenal mendorong kebijakan proteksionis sejak pertama kali menjabat. Ia beberapa kali memberlakukan tarif tinggi atas barang impor, terutama dari China dan Eropa.
Pekan lalu, ia kembali mengancam menerapkan tarif 50 persen atas barang-barang dari Uni Eropa mulai 1 Juni. Ia juga memperingatkan Apple terkait potensi tarif 25 persen untuk setiap iPhone impor yang dijual di AS.
Baca juga: Rupiah Menguat Setelah Dollar Melemah karena Ulah Trump
Namun, ancaman itu sedikit mereda. Trump memutuskan memperpanjang tenggat hingga 9 Juli guna memberi ruang negosiasi antara Washington dan Uni Eropa.
Trump pertama kali terpilih sebagai presiden pada 2016, lalu kembali menang dalam pemilu 2024. Dukungan terbesarnya datang dari pemilih kelas pekerja yang kehilangan pekerjaan akibat relokasi industri ke luar negeri.
Untuk memenuhi janji kampanye, ia mendorong tarif tinggi agar pabrik-pabrik kembali dibangun di AS.
Meski begitu, perekonomian negara itu tetap bergantung pada rantai pasok global. Banyak produk, termasuk tekstil dan komponen elektronik, masih diproduksi di luar negeri karena ongkos produksinya lebih murah.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang