DI TENGAH gempuran ketidakpastian ekonomi global dan tekanan fiskal dalam negeri, pemerintah Indonesia mengambil langkah strategis dengan melakukan efisiensi anggaran secara menyeluruh.
Salah satu dampak paling nyata dari kebijakan ini adalah pemangkasan besar-besaran anggaran perjalanan dinas, rapat, dan kegiatan instansi pemerintah di luar kantor, yang selama ini menjadi salah satu sumber pendapatan utama industri perhotelan.
Sejumlah hotel yang sebelumnya hidup dari pesanan pemerintah, kini terpaksa menurunkan okupansi, mengurangi layanan, bahkan merumahkan sebagian besar karyawan.
Ketua Umum KADIN Indonesia, Anindya Bakrie, menyebut bahwa saat ini 70 persen pengelola hotel dan restoran di Jakarta berpotensi melakukan PHK terhadap karyawannya.
Salah satu penyebab utama tekanan ini adalah pemberlakuan kebijakan efisiensi anggaran yang diterapkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Padahal, industri hotel baru saja bangkit setelah diterjang pandemi covid-19 di tahun 2020 dan 2021.
Tulisan ini mencoba mengulas terkait dampak kebijakan efisiensi anggaran terhadap industri perhotelan, serta strategi yang dapat dilakukan oleh industri hotel untuk menghindari PHK terhadap karyawannya.
Baca juga: Makna 2 Ton Sabu yang Disita BNN
Selain itu, dalam tulisan ini dibahas pula apa saja kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam membantu industri hotel.
Berdasarkan data dari Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), sekitar 40–60 persen pendapatan hotel-hotel di daerah berasal dari kegiatan yang diselenggarakan oleh instansi pemerintah, mulai dari rapat koordinasi, pelatihan, seminar, hingga bimbingan teknis.
Ketika pemerintah menghentikan atau mengurangi anggaran untuk kegiatan-kegiatan tersebut, langsung terasa efek dominonya ke industri hotel.
Pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo berkomitmen untuk meningkatkan efisiensi anggaran.
Salah satu alasannya adalah untuk mendukung program-program prioritas seperti makan bergizi gratis, pembangunan infrastruktur strategis, serta pemberdayaan desa dan UMKM.
Untuk itu, anggaran-anggaran yang dianggap tidak produktif atau bisa dikurangi, seperti perjalanan dinas, kegiatan FGD dan kegiatan rapat luar kota, dipangkas drastis.
Secara fiskal, kebijakan ini terbilang cerdas. Penghematan belanja operasional pemerintah dapat mengurangi defisit anggaran dan mengalokasikan lebih banyak dana ke sektor prioritas.
Namun, dari sisi sosial ekonomi, terutama bagi industri perhotelan dan pariwisata, kebijakan ini seperti pisau bermata dua.
Dalam beberapa bulan terakhir, sejak kebijakan efisiensi diumumkan, tingkat okupansi hotel di berbagai daerah mengalami penurunan signifikan.