BELAKANGAN ini, kita disuguhi berita tentang pemadaman listrik berskala luas (blackout). Pada Senin (28/4/2025), blackout terjadi di Spanyol dan Portugal.
Spanyol, dengan beban puncak sekitar 30.000 MW, kehilangan pasokan sekitar 14.000 MW atau hampir setengah dari total bebannya.
Sementara itu, Portugal yang memiliki beban puncak sekitar 7.000 MW kehilangan hampir seluruh pasokan listriknya.
Sementara di Indonesia, pemadaman serupa juga terjadi di Bali pada 2 Mei 2025. Dari informasi yang ada, dalam waktu sekitar 12 jam, sistem kelistrikan dapat dipulihkan kembali.
Namun, tidak tersedianya pasokan listrik tentu berdampak besar terhadap aktivitas masyarakat modern yang semakin bergantung pada listrik, termasuk layanan bandara, transaksi keuangan elektronik, kereta listrik, internet, dan lain-lain.
Bali adalah daerah sangat strategis, bukan hanya karena tujuan utama wisatawan domestik dan mancanegara, tetapi juga karena sering menjadi tuan rumah berbagai kegiatan bertaraf internasional, seperti Konferensi Tingkat Tinggi G20 (2022) dan World Water Forum (2024).
Baca juga: Black Out, Listrik Padam di Seluruh Bali Sekitar 5 Jam
Oleh karena itu, keandalan sistem kelistrikan di Bali sangat penting dan harus menjadi perhatian bersama.
Bali merupakan bagian dari sistem kelistrikan Jawa, Madura, dan Bali (Jamali), yang memiliki total beban sekitar 30.000 MW.
Secara terpisah, beban puncak sistem kelistrikan Bali sekitar 1.180 MW. Pasokan listrik Bali berasal dari beberapa pembangkit lokal dan Saluran Kabel Laut Tegangan Tinggi (SKLT) 150 kV dari Jawa ke Bali melalui jalur Banyuwangi–Gilimanuk, yang berkapasitas 400 MW.
Dengan beban puncak sekitar 1.180 MW dan dapat digolongkan sebagai sistem kecil, Bali idealnya memiliki cadangan kapasitas atau reserve margin sekitar 40 persen (tergantung pada keandalan unit pembangkit) untuk mendapatkan indeks keandalan 1 hari padam per tahun.
Dengan demikian, total kapasitas yang dibutuhkan (termasuk pasokan dari Jawa) adalah minimal 1.650 MW.
Pembangkit-pembangkit di Bali berlokasi di Pesanggaran, Pemaron, Celukan Bawang dan Gilimanuk.
Selain itu, ada beberapa pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) dengan kapasitas kecil tersebar di beberapa lokasi.
Dengan tambahan dua pembangkit Listrik tenaga gas (PLTG) eks Grati, total kapasitas pembangkit di Bali saat ini sekitar 1500 MW (termasuk SKLT).
Dengan demikian, kapasitas pembangkit dan SKLT yang ada sekarang dianggap kurang mampu menopang sistem kelistrikan Bali untuk mencapai target keandalan yang diinginkan.