KOMPAS.com - Wacana pembangkit listrik nuklir Indonesia kembali mengemuka. Keinginan Indonesia bisa menghasilkan listrik dari reaksi fusi nuklir sebenarnya merupakan angan-angan lama yang tak kunjung terealisasi.
Indonesia sempat sangat serius menjalankan program pengembangan nuklir di era Orde Lama atau masa pemerintahan Soekarno. Saking seriusnya, Soekarno membentuk Lembaga Tenaga Atom (LTA).
Soekarno meresmikan 2 reaktor nuklir pada masa pemerintahannya. Pertama adalah proyek reaktor nuklir TRIGA-Mark II di Bandung, Jawa Barat, pada 9 April 1961.
Reaktor itu merupakan buatan General Atomic, Amerika Serikat. Negeri Abang Sam juga yang memberikan bantuan dana pembangunan dan penelitian proyek itu sebesar 350.000 dan 141.000 dollar AS.
Reaktor kedua adalah Pusat Penelitian Nuklir dengan menggunakan reaktor IRI-2000 buatan Uni Soviet yang dibangun di Serpong, Tangerang Selatan, dan diresmikan pada 16 Januari 1965.
LTA kemudian ditingkatkan kapasitasnya setara kementerian dan berubah nama menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) pada Maret 1965. Institusi itu masih Siwabessy yang statusnya dinaikkan menjadi Menteri BATAN.
Baca juga: Bahlil Proyeksikan PLTN Beroperasi di 2030 Mendatang
Tak puas cuma punya nuklir untuk listrik, Soekarno bahkan menjajaki kemungkinan kerja sama dengan China untuk memiliki bom atom. Poros politik luar negeri Jakarta-Peking pun digagas pada Januari 1965.
Soekarno juga sempat mengirimkan banyak mahasiswa ke Uni Soviet kala itu. Rencana memiliki reaktor nuklir besar kandas di tahun 1965.
Sebagian besar mahasiswa yang belajar nuklir di Uni Soviet bahkan tak bisa pulang ke Indonesia pasca pergantian kekuasaan. Di awal era Orde Baru, praktis wacana pembangkit listrik nuklir Indonesia lalu tak pernah lagi terdengar.
Baru di tahun 1970-an, Soeharto kemudian mulai mempertimbangkan kembali rencana pembangunan pembangkit listrik nuklir Indonesia. Namun sampai kejatuhannya pada 1998, PLTN masih sebatas wacana yang tak kunjung terlaksana.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) baru-baru ini tengah menyiapkan aturan terkait pengolahan uranium menjadi bahan baku untuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN).
Baca juga: Ini Lokasi Pembangkit Nuklir yang Bakal Dibangun
"Ini kami lagi siapkan PP (Peraturan Pemerintah)-nya, mudah-mudahan dari PP-nya itu bisa diimplementasikan untuk pemurnian pengolahan bahan radioaktif itu bisa dimanfaatkan untuk energi," ujar Wakil Menteri ESDM Yuliot Tanjung di kantornya, Jakarta, dikutip pada Selasa (1/7/2025).
Sebagai tahap awal, pemerintah tidak berniat membangun reaktor pembangkit nuklir skala besar. Namun Indonesia akan memulai dari pendirian reaktor kecil alias Small Modular Reactor (SMR).
Kapasitas pembangkit listrik nuklir SMR memang lebih kecil dibanding reaktor-reaktor besar yang dimiliki beberapa negara maju.
Rusia contohnya, mayoritas PLTN di Rusia memiliki kapasitas yang cukup besar yakni 1.000 megawatt (MW) per unit reaktor.