JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya mengatakan, Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) sampai saat ini masih menjadi sumber utama pendapat hampir semua daerah di Indonesia.
Penyebabnya, tidak semua daerah di Indonesia punya keunggulan atau karakteristik yang membuat pendapatan asli daerah (PAD) tinggi.
Selain itu, tidak seluruh daerah di Indonesia punya karakteristik pajak yang sama.
"Secara umum PBB-P2 ini tetap jadi primadona. Artinya andalan utama dari sebagian besar kota/kabupaten, apalagi yang sudah menerapkan digitalisasi untuk pendataan objek pajaknya, itu adalah sumber utama dari PAD (pendapatan asli daerah) sejauh ini," ujar Bima dalam rapat dengan Komisi II DPR RI yang disiarkan secara daring, Senin (25/8/2025).
Baca juga: Marak Kenaikan PBB Bikin Resah Warga, Ini Solusinya Kata Mendagri Tito
Bima mengakui, saat ini sumber utama pendapatan mayoritas daerah di Indonesia sebagian besar berasal dari pajak.
Akan tetapi, kontribusi pajak daerah bergantung kepada karakter kawasan masing-masing.
Misalnya pajak kendaraan bermotor biasanya lebih banyak memberi kontribusi di daerah dengan angka penduduk tinggi seperti Jawa Barat dan Jawa Timur.
Lalu pajak barang dan jasa tertentu (PBJT) atas jasa perhotelan dan jasa kesenian serta hiburan menjadi penyumbang tertinggi untuk daerah pariwisata dan metropolitan.
"Misalnya Medan, lalu Yogyakarta," lanjut Bima.
Namun, untuk daerah yang tidak memiliki ciri khas tertentu, PBB-P2 menjadi andalan untuk PAD.
"Secara umum makanya PBB-P2 lah yang menjadi andalan atau primadona dari kota dan kabupaten seluruh Indonesia. Karena itu, bagaimana kemudian kita mendorong daerah untuk melakukan optimalisasi PAD adalah kunci kemandirian fiskal di daerah," papar Bima.
Baca juga: Istana Kembali Bantah Kenaikan PBB di Daerah Akibat Kebijakan Pusat
Dalam penjelasannya, Bima Arya juga menyampaikan bahwa Kemendagri membagi status kekuatan fiskal daerah menjadi tiga kelompok.
Pertama, daerah dengan kapasitas fiskal kuat, yakni PAD daerah tersebut lebih tinggi dari pusat.
Kedua, daerah yang seimbang, artinya PAD seimbang terhadap total rasio pendapatan
Ketiga, daerah dengan kapasitas fiskal yang sangat lemah, sehingga betul-betul bergantung dari transfer pusat dan pajak.