BENGKULU, KOMPAS.com – Desa Wisata IV Suku Menanti di Kecamatan Sindang Dataran, Kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu, bukan sekadar destinasi alam. Ia menyimpan cerita perjuangan dan rasa yang sulit dilupakan. Jika Anda memilih Bengkulu untuk liburan, sempatkan mampir ke desa ini.
Perjalanan menuju lokasi memang tak pendek. Dari Kota Bengkulu, jaraknya sekitar 100 kilometer atau dua jam perjalanan darat. Namun, lelah akan terbayar lunas oleh pengalaman yang ditawarkan: menyeruput kopi arabika dan robusta yang nikmatnya menancap di ingatan, serta panen jeruk gerga langsung dari pohonnya.
Sesampainya di desa, Kompas.com disambut Supriadi. Nama ini tak asing bagi para pegiat kopi di Bengkulu. Dengan ramah, ia menghidangkan kopi panas, jagung rebus, dan kacang tanah yang mengepul.
Baca juga: Ramli, Si Profesor Jeruk Sambas Menemukan Teknologi Panen 13 Kali dalam Setahun
Dulu Supriadi hanya seorang kuli bangunan. Tak pernah ia bayangkan, kopi racikannya yang ia beri nama "Coffee Lestari" Sindang Dataran akan menyabet posisi runner-up di ajang *World of Coffee Jakarta*, 15–17 Mei 2025 lalu.
Nama Kopi Bengkulu pun harum di ajang tersebut, menyingkirkan sejumlah kopi unggulan dari berbagai daerah. Sejak saat itu, Supriadi kebanjiran permintaan, dari lokal hingga mancanegara.
"Saya ada kontrak letter of intent untuk ekspor 5 ton per bulan. Serta pembelian skala lokal juga nasional. Makin banyak yang minat walau kadang ada kewalahan soal bahan baku," ujar Supriadi.
Baca juga: Wali Kota Yogyakarta Hasto: Kopi Joss Dikembangkan, Tidak Hanya Dijual di Malioboro
Popularitas kopinya juga tak lepas dari dukungan Bank Indonesia (BI) Bengkulu yang mendampinginya dalam promosi dan pengembangan usaha.
"Bank Indonesia banyak membantu saya mengembangkan usaha ini," celetuknya.
Di balik seruputan kopi yang kental dan hanya diberi sedikit gula, obrolan dengan Supriadi terasa akrab. Pengelolaan usahanya terlihat rapi dan serius—dari proses tanam hingga penyajian.
Setelah puas ngopi dan menyantap jagung rebus, perjalanan berlanjut ke perkebunan jeruk gerga tak jauh dari rumah Supriadi. Dengan tiket masuk Rp15.000 per orang, pengunjung bebas makan jeruk langsung dari pohonnya dan berfoto sepuasnya.
Kalau ingin membawa pulang, jeruk bisa dipetik sendiri, lalu ditimbang dan dibayar Rp 15.000 per kilogram.
Subandri, pemilik kebun, mengelola tempat ini sejak dua tahun lalu sebagai wisata peti
Baca juga: Limbah Kulit Jeruk Peras Jadi Inhaler, Hasil Inovasi Mahasiswa Farmasi Unramk jeruk. Rata-rata, kunjungan mencapai 200 orang per minggu pada hari biasa, dan melonjak hingga 1.000 orang saat libur panjang.
"Kami atur sedemikian rupa agar buah selalu bisa dipanen dan dinikmati oleh wisatawan yang datang," ujarnya.
Bagi pemburu foto estetik, kebun jeruk ini juga menyuguhkan sejumlah titik foto yang memanjakan mata. Tinggal siapkan memori ponsel atau kamera agar tidak kehilangan momen berharga.
Liburan ke Rejang Lebong bukan sekadar jalan-jalan. Ia memberi cerita tentang cita rasa, kerja keras, dan manisnya hasil bumi yang tak pelit untuk dibagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.