KOMPAS.com - Ramli petani jeruk Desa Gapura, Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat melahirkan teknologi Modifikasi Ramli Gapura (moraga) yang mampu membuat produktivitas dan kualitas jeruk di atas petani rata - rata.
Dengan teknologi tersebut bisa berbuah berjenjang dan bisa 13 panen dalam setahun. Sedangkan untuk teknologi biasanya hanya 2-3 kali panen dalam setahun.
Ramli sebetulnya tidak memiliki latar pendidikan di bidang pertanian.
Pada 2018 lalu menjadi awal baginya untuk mengembangkan teknologi moraga tersebut.
Teknologi tersebut lahir atas kemampuannya mengamati dan melakukan uji coba di kebunnya. Untuk jenis jeruk yang dibudidayakan beragam mulai siam, madu dan madu susu.
Baca juga: Kisah Cucu, Istri yang Tertinggal Mobil di Rest Area Batang Saat Mudik Lebaran
Ramli menjelaskan kunci dari teknologi moraga yakni selain mulai dari bibit juga melakukan pemupukan secara rutin agar mutu buah yang dihasilkan sesuai dengan yang diharapkan.
Pola pemberian pupuk ini dilakukan agar kondisi tanaman sehat dan mampu tumbuh dengan baik, berbunga dan berbuah secara berkelanjutan.
"Penting juga mengatur masa panennya dengan pemangkasan terhadap pohon, sehingga dalam satu pohon tumbuh kembang buah jeruk berbeda dalam setiap tingkatan. Terdapat tujuh tingkat dalam satu pohon. Setiap tingkatan memiliki masa panen yang berbeda-beda pula. Pengaturan masa panen juga berkaitan dengan pasar dan harga," jelas dia seperti dikutip dari Antara, Rabu (30/4/2025).
Dari 170 batang yang ia tanam, kini bisa panen 70 kilogram per batang dalam setahun atau bisa mencapai 10 ton seluruhnya.
Dengan produktivitas yang tinggi dan kualitas buah yang terjamin dari teknologi dan ketelatenan tersebut, membuat ia dijuluki rekannya sebagai "profesor jeruk Sambas".
Hadirnya teknologi tersebut membuat angin segar bagi petani karena asa agar petani sejahtera bisa diwujudkan.
Hingga saat ini sudah sebanyak 85 petani jeruk yang tersebar di 67 desa di Kabupaten Sambas saat ini telah menerapkan teknologi moraga dalam meningkatkan produktivitas tanaman jeruk.
Petani yang ada dibina secara gratis dan hasil bisa ditampungnya dengan harga lebih tinggi di pasar.
Pada awalnya memang banyak yang tidak percaya akan teknologi tersebut, namun setelah mengikuti atau mempraktekkan teknologi yang ada di bawah bimbingnnya banyak petani secara ekonomi bangkit.
"Kita sudah ada pasar khusus dan diterima dengan harga tinggi. Jadi petani Moraga semua berhimpun dan kita siap tampung dengan harga yang jauh lebih tinggi. Saat ini permintaan dalam tiga hari bisa 165 ton. Daya mampu kami hanya masih 22 ton. Untuk itu lah kita merangkul petani lainnya untuk bergabung dengan kami menerapkan teknologi mogra," jelas dia.