PONTIANAK, KOMPAS.com – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat (Kalbar) menahan dua orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana hibah pembangunan Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) Petra di Kabupaten Sintang.
Kedua tersangka tersebut adalah HN, yang menjabat sebagai seksi pelaksana pembangunan, dan RG, koordinator tenaga teknis.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Kalbar, Siju, menjelaskan bahwa penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik mengumpulkan keterangan dari saksi, laporan ahli, serta hasil audit yang menunjukkan adanya penyimpangan dalam penggunaan anggaran.
Baca juga: Pejabat Buton Tengah Korupsi Dana Makan Paskibra, Ambil Fee Rp 59 Juta
“Penahanan dilakukan demi kelancaran penyidikan dan untuk mencegah tersangka melarikan diri atau menghilangkan barang bukti,” kata Siju dalam keterangan tertulisnya pada Senin (8/9/2025).
Kasus ini berawal dari dana hibah yang diberikan oleh Pemerintah Kabupaten Sintang senilai Rp 5 miliar pada tahun anggaran 2017 untuk pembangunan GKE Petra.
HN dan RG diduga tidak melaksanakan pekerjaan sesuai dengan naskah perjanjian hibah daerah (NPHD) maupun rencana anggaran biaya (RAB).
Audit yang dilakukan oleh Politeknik Negeri Pontianak dan tim auditor Kejati Kalbar menemukan adanya kekurangan volume pekerjaan yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 748 juta.
Baca juga: Tangkap Tangan, Kabid Kesbangpol Buton Tengah Simpan Uang Korupsi Paskibra dalam Jok Motor
Dua tahun kemudian, GKE Petra kembali menerima hibah sebesar Rp3 miliar dari Pemkab Sintang, meskipun pembangunan gereja telah selesai pada tahun 2018.
Meskipun tidak ada pekerjaan baru, HN tetap menandatangani laporan pertanggungjawaban pada April 2019.
“Kerugian negara untuk tahun anggaran ini tercatat Rp3 miliar,” ungkap Siju.
HN ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Kepala Kejati Kalbar Nomor Print: 01/O.1/Fd.1/03/2024 yang dikeluarkan pada 27 Maret 2024, sementara RG ditetapkan melalui Surat Perintah Penyidikan Nomor Print: 10/O.1/Fd.1/09/2025 pada 8 September 2025.
Keduanya kini ditahan selama 20 hari di Rutan Kelas IIA Pontianak, terhitung sejak 8 September hingga 28 September 2025.
Penyidik menjerat keduanya dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Siju menambahkan bahwa penyidikan untuk tahun anggaran 2019 masih akan didalami, dan “tidak tertutup kemungkinan ada calon tersangka lain,” ungkapnya.
Baca juga: Eks Wali Kota Cirebon Jadi Tersangka Korupsi Balai Kota, Kerugian Rp 26 Miliar
Kepala Kejati Kalbar, Ahelya Abustam, menegaskan komitmen pihaknya untuk menyelesaikan perkara ini secara profesional, transparan, dan akuntabel.
“Kami mengimbau masyarakat untuk mendukung proses hukum dengan memberikan informasi relevan dan tidak menyebarkan kabar spekulatif,” kata Ahelya.
Ia juga menambahkan bahwa Kejati Kalbar akan memberikan perkembangan kasus ini secara berkala agar publik mendapatkan informasi yang jelas dan tepercaya.
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini