KOMPAS.com - Sejumlah hotel di Mataram, Nusa Tenggara Barat kaget harus berurusan soal tagihan royalti musik dengan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Berdasarkan catatan Asosiasi Hotel Mataram (AHM), ada 15 dari 30 anggota menerima formulir aplikasi royalti musik dari LMKN.
"Ini belum berupa tagihan. Kami diminta mengisi formulir yang mereka kirim dengan kisaran tarif (royalti) mulai Rp 2 juta per tahun. Kami juga bingung, ini tiba-tiba viral dan belum pernah ada upaya sosialisasi," ungkap Wakil Ketua AHM, I Made Agus Ariana, saat dihubungi Kompas.com pada Rabu (13/8/2025).
Dalam surat itu, tertulis bahwa fasilitas hotel meliputi ruang tunggu hotel, ruang utama, kafe, restoran, spa dan pusat kebugaran, pusat bisnis, kolam renang, ruang bermain anak, salon, serta gerai atau toko dan lift, termasuk dalam perhitungan royalti musik.
Detail aturan ini juga tertulis dalam SK Kementerian Hukum dan Ham Nomor HKI.2-OT.03.01-02 Tahun 2016, MOU Nomor 001/LMKN-MOU/XI-2016 dan Nomor: 009/MOU/BPP-PHRI.XVII/11/2016 Tentang Tarif Royalti untuk Hotel dan Fasilitas Hotel.
Nantinya, pembayaran royalti musik akan dilakukan setelah LMKN mengirimkan penagihan (invoce) berdasarkan formulir yang diisi pihak hotel.
"Telah menjadi perhatian kami bahwa kegiatan yang Bapak/Ibu selenggarakan akan memperdengarkan karya lagu dan musik yang harus memiliki lisensi pengumuman musik dari LMKN," tulis surat yang ditandatangani oleh Ketua Sentra Lisensi Musik Indonesia (SELMI) Jusak Irwan Sutiono.
Baca juga: Mie Gacoan dan Selmi Berdamai, Bayar Royalti Musik Rp 2,2 Miliar
Beredar kabar bahwa sejumlah hotel di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), juga mendapat tagihan royalti musik karena fasilitas televisi (TV) di kamar hotel.
Kepada Kompas.com, Agus meluruskan bahwa kabar ini bermula saat salah satu staf hotel di Mataram menghubungi perwakilan (PIC) LMKN. Mereka bertanya apa yang terjadi bila lobi maupun restoran hotel tidak memutar musik apa pun.
"Lembaga tersebut mengatakan, nanti kalau di kamar ada TV-nya terus tamu memutar lagu di TV ya kena (royalti)," sambung Agus saat dihubungi kembali pada Kamis (14/8/2025) pagi.
Pihak hotel mempertanyakan aturan tersebut. Pasalnya, bila mengacu pada Keputusan LMKN Nomor 20160527H/LMKN-Pleno/Tarif Royalti/2016 Tentang Tarif Royalti untuk Hotel dan Fasilitas Hotel, tidak tertulis bahwa penggunaan TV termasuk di dalamnya.
"Jadi kemungkinan dalam case ini, persepsinya berbeda. Di satu sisi menyatakan bahwa (royalti musik dikenakan) berdasarkan jumlah kamar, yang berarti kamar dijadikan barometer," jelas dia.
"Kami masih menunggu seperti apa keputusan dari asosiasi dan industri perhotelan, juga ingin dapat pencerahan dari lembaga musik (LMKN)," sambung Agus.
Baca juga: Kafe dan Restoran Mulai Setop Live Music karena Was-was Ditagih Royalti