KOMPAS.com - Tidak hanya kafe dan restoran, hotel juga dikenakan tarif royalti musik oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Menurut SK Kementerian Hukum dan Ham Nomor HKI.2-OT.03.01-02 Tahun 2016, MOU Nomor 001/LMKN-MOU/XI-2016 dan Nomor: 009/MOU/BPP-PHRI.XVII/11/2016, sejumlah fasilitas hotel dikenakan perhitungan royalti musik.
Fasilitas tersebut meliputi ruang tunggu hotel, ruang utama, kafe, restoran, spa dan pusat kebugaran, pusat bisnis, kolam renang, ruang bermain anak, salon, serta gerai atau toko dan lift.
Bagi pebisnis yang memperdengarkan karya lagu dan musik di hotelnya, dikenakan tarif royalti sebesar Rp 1 juta hingga Rp 16 juta, tergantung jumlah kamar dan tipe hotel.
Baca juga: Promo Menginap di 8 Hotel InJourney Spesial HUT Ke-80 RI
Akibat hal tersebut, sejumlah hotel di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), memilih menyetop memutar lagu di lobi dan restorannya.
Hal ini diungkapkan oleh Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) NTB, Ni Ketut Wolini.
"Ada yang setop putar musik karena tidak mampu, okupansi hotel mereka tidak bagus," ujar Wolini saat dihubungi Kompas.com, Rabu (13/8/2025).
Wolini menuturkan, okupansi hotel di Kota Mataram lebih rendah dibandingkan dengan daerah wisata di NTB, seperti di Gili dan Mandalika.
Baca juga: Viral di Media Sosial, Ini Kisah Tangga Hotel di Poster Film SORE
Okupansi hotel di Gili yang didominasi wisatawan mancanegara (wisman), terbilang sama dengan hotel-hotel di Mandalika.
"Okupansinya sekitar 60 persen, bahkan mencapai 80 persen," kata Wolini.
"Sementara hotel di kota yang mengandalkan MICE pemerintahan, okupansinya kadang-kadang bisa di bawah 30 persen. Kalau ada kegiatan MICE, bisa 100 persen," tambah dia.
Di sisi lain, sebagian hotel tetap memilih memutar musik di tempat bisnisnya, seperti di area lobi.
"Ada yang sudah bayar (royalti) karena ketakutan mereka, jadinya bayar. 'takut bu nanti dipidana'," kata Wolini.
Baca juga: Optimisme Bisnis Hotel Membaik pada Paruh Kedua 2025
Wolini menyarankan bagi hotel-hotel yang mampu membayar royalti musik untuk segera memenuhi kewajibannya.
Sebaliknya, bagi hotel yang belum mampu membayar royalti musik, sebaiknya berhenti memutar lagu-lagu di tempat usahanya.
Hanya saja, ia menyayangkan tindakan LMKN yang terkesan terburu-buru mengirimkan formulir royalti musik ke sejumlah hotel di Kota Mataram, tanpa sosialiasi yang jelas.
"Kalau LMKN mengerti, kami pelaku usaha ini juga mempromosikan lagu-lagu mereka. Kalau tidak ada yang memutar (lagu) kan tidak tahu juga? Seharusnya ya sama-sama menguntungkan," pungkas Wolini.
Baca juga: Kenapa Kamar Mandi Hotel Ada di Dekat Pintu Masuk? Ini Jawaban Ahlinya
Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini