RIO DE JANEIRO, KOMPAS.com – Lebih dari 40 jenazah dibawa ke jalan di kawasan permukiman kumuh Complexo da Penha, Rio de Janeiro, pada Rabu (29/10/2025) pagi waktu setempat.
Pemandangan mengerikan itu terjadi sehari setelah polisi menggelar operasi paling mematikan dalam sejarah kota tersebut.
Reuters melaporkan, operasi tersebut yang menargetkan salah satu geng kriminal terbesar di Brasil.
Baca juga: Brasil bak Medan Perang, 64 Tewas dalam Penggerebekan Narkoba Terbesar
Menurut otoritas Negara Bagian Rio de Janeiro, setidaknya 64 orang tewas dalam penggerebekan besar-besaran itu, termasuk empat anggota kepolisian.
Pemerintah setempat menyebut jumlah korban kemungkinan akan bertambah setelah proses identifikasi dan evakuasi selesai dilakukan.
Seorang saksi mata melaporkan, jenazah-jenazah itu dibawa ke jalan oleh warga yang mencari kerabat mereka yang hilang pasca-operasi.
Banyak di antara mereka menangis dan berusaha mengenali keluarga mereka di antara para korban.
Baca juga: Tuah KTT ASEAN, Hubungan AS dan Brasil Mencair Usai Trump-Lula Bertemu
Diberitakan sebelumnya, suasana bak medan perang menyelimuti kawasan tersebut ketika polisi melancarkan penggerebekan besar-besaran terhadap jaringan pengedar narkoba.
Sebanyak 2.500 petugas bersenjata lengkap diterjunkan, dengan dukungan kendaraan lapis baja, helikopter, dan drone, sebagaimana dilansir AFP.
Operasi itu menyasar dua kawasan favela di wilayah utara Rio, yakni Complexo da Penha dan Complexo do Alemao, yang dikenal dikuasai geng narkoba utama Brasil, Comando Vermelho.
Tembakan terdengar di sekitar bandara internasional Rio, sedangkan asap tebal membubung dari beberapa titik kebakaran beberapa jam setelah operasi dimulai.
Baca juga: Brasil Ingin Jadi Anggota Penuh ASEAN, Sebut Miliki Wajah yang Mirip
Warga panik, toko-toko tutup, dan lalu lintas di sejumlah jalan utama terhenti.
Gubernur Negara Bagian Rio de Janeiro Claudio Castro mengatakan, operasi ini dilakukan untuk menghentikan ekspansi geng Comando Vermelho.
Dia melaporkan 60 korban tewas berasal dari kelompok kriminal tersebut, sementara sedangkan empat polisi juga dilaporkan meninggal.
"Beginilah polisi Rio diperlakukan oleh penjahat, dengan bom yang dijatuhkan dari drone. Ini bukan kejahatan biasa, melainkan narkoterorisme," kata Castro di platform X.