Pagi dibangunkan oleh kebutuhan
Badan dipaksa terus-terusan untuk berjuang di jalanan
Beginilah hidup di jalan
Pulang untuk tidur, bangun untuk kerja
Semangat para pejuang keluarga
Kita tidak harus jadi hebat, yang penting bermanfaat
Kita juga nggak harus jadi pemenang, yang penting hidup tenang
Tetaplah berdiri di saat orang membenci
Teruslah berjuang jangan berhenti
Tak perlu dengarkan cukup abaikan
Ada keluarga yang nunggu di rumah
Mereka nggak butuh kita jadi kaya
Mereka cuma butuh kita pulang dengan selamat
Dan kalau bisa bawa uang yang banyak
Jangan lupa bersyukur, tetap semangat dan sehat selalu
Salam satu aspal
SELARIK kisah duka dan penyemangat dari @OjolCibubur, ternyata benar-benar dialami oleh teman dan kenala saya.
Mendapat pekerjaan di zaman Asta Cita sekarang ini sepertinya semakin susah. Harapan orang untuk mendapatkan sandang, pangan, dan papan tak semudah dan sesimpel seperti di janji-janji kampanye dulu, semakin jauh dari harapan.
Bayangkan seorang kawan saya lulusan S-3 dari kampus negeri ternama di Jawa Timur, terpaksa berjualan minuman es teh di pertokoan di kota besar di Jawa Tengah.
Dari tempat kerjanya di media besar di Surabaya, kawan saya terkena pensiun dini. Sementara kesempatan mengajar di beberapa perguruan tinggi swasta hanya menghasilkan honor mengajar yang minim.
Baca juga: Badai PHK dan Janji Menciptakan 19 Juta Lapangan Kerja
Sedangkan seorang kawan saya lainnya, dosen perguruan tinggi swasta (PTS) di Bandung juga mengeluhkan kampusnya yang semakin kesulitan mencari mahasiswa baru.
Bukan cerita baru hampir semua PTS di Bandung, kecuali beberapa universitas seperti Universitas Telkom, Universitas Parahyangan dan Universitas Bandung (Unisba), kesulitan mendapatkan mahasiswa baru.
Rata-rata setiap PTS di Bandung mendapatkan mahasiswa baru hanya 40 persen dari daya tampung.
Sebaliknya, kawan saya yang lain seorang dosen di politeknik negeri di samping pagar perbatasan Kampus Universitas Indonesia (UI) Depok, mengeluhkan tunjangan kinerjanya yang selama bertahun-tahun tidak kunjung cair.
Kegiatan rapat kerja keluar kampus yang biasanya menambah penghasilan juga ikut dihentikan dengan alasan efisiensi.
Kunjungan ke kampus afiliasi di Medan dan Makassar juga distop. Sekali lagi dengan alasan efisiensi atas nama negara.
Kisah lara lain, sebut saja N (34 tahun) asal Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan, janda dengan tiga anak yang semula berharap bahagia karena diterima sebagai Calon Pegawai Negari Sipil (CPNS).
Baca juga: Benang Merah Korupsi PT Timah, Antam, Pertamax, dan Minyakita
Usai kematian suaminya, sang istri harus berjibaku untuk diri dan anak-anaknya. Berbagai tahapan seleksi telah dijalaninya dengan sabar termasuk harus mengundurkan diri dari tempat kerjanya yang lama karena resmi diterima sebagai CPNS per April 2025.
Namun, apa lacur, N harus menelan pil pahit karena pengangkatan CPNS diundur hingga Oktober 2025. Padahal, mulanya CPNS dijadwalkan diangkat pada 22 Februari hingga 23 Maret 2025.
Penundaan jadwal ini disebut merupakan hasil kesepakatan dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat Komisi II DPR bersama Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Rini Widyantini serta Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Zudan Arif Fakrulloh di Gedung Nusantara, Jakarta, Rabu (5/3/2025).