KOMPAS.com - Sejarah mencatat, Musim Semi Arab (Arab Spring) menjadi salah satu revolusi paling besar abad ini.
Revolusi Arab Spring bertujuan untuk menggulingkan rezim-rezim di negara Timur Tengah yang otoriter dan berkuasa sejak puluhan tahun.
Seperti api, Revolusi Arab Spring merembet dengan cepat dari Tunisia ke negara-negara Arab lainnya, termasuk Mesir.
Sejumlah presiden otoriter yang telah berkuasa selama puluhan tahun pun berhasil digulingkan dalam revolusi ini.
Gelombang revolusi bersejarah ini ternyata bermula dari aksi protes Mohamed Bouazizi, seorang penjual sayur di Tunisia yang mengkritik ketidakadilan di negaranya.
Baca juga: OKI dan Negara Arab Ramai-ramai Kutuk Menteri Israel yang Beribadah di Masjid Al Aqsa
Dikutip dari Aljazeera (17/12/2020), Mohamed adalah seorang pemuda 26 tahun yang sehari-hari membawa gerobaknya ke pasar untuk berjualan sayur dan buah.
Ia memang menjadi tulang punggung keluarga. Ayahnya meninggal saat Mohamed berusia 3 tahun akibat gagal jantung.
"Setiap hari, ia membawa gerobaknya ke pasar grosir pada tengah malam untuk membeli buah dan sayur, yang akan ia jual kembali dari pagi hingga sore hari," kenang sepupunya, Ali Bouazizi.
Namun, pada 17 Desember 2010, polisi menyita timbangan Mohamed, karena tak memiliki izin sebagai pedagang kaki lima.
Baca juga: Pangeran Arab Saudi Al Waleed Bin Khaled, Meninggal Dunia Usai 20 Tahun Koma
Mohamed pun mengadu kepada gubernur di gedung pemerintahan provinsi di Sidi Bouzid, tetapi gubernur menolak untuk menemuinya.
Sebagai bentuk keputusasaan dan protes, Mohamed membakar diri di jalan.
Seminggu sebelum kejadian itu, Ali sempat mendengar cerita bahwa polisi kerap melecehkannya.
"Karena ia bekerja secara ilegal, mereka meminta suap. Ia harus memberi mereka uang, menyerahkan semua hasil jerih payahnya hari itu, atau mereka akan menyita timbangan atau barang dagangannya—buah dan sayur yang ia jual," ujarnya.
Baca juga: Sejarah Patung Liberty, Ikon Kota New York yang Hampir Jadi Milik Mesir
Mohamed mengalami koma dan dirawat di rumah sakit. Namun, ia tak menyadari bahwa tindakannya telah memberikan dampak besar.
Video yang merekam askinya menjadi viral dan memicu protes terhadap biaya hidup dan Presiden Tunisia, Zine El Abidine Ben Ali.