INDRAMAYU, KOMPAS.com - Deretan bangunan lama bergaya kolonial dengan pengaruh arsitektur Tiongkok di Jalan Cimanuk-Veteran-Siliwangi Indramayu menarik perhatian banyak pengunjung.
Kawasan ini dikenal sebagai Kota Tua Indramayu, yang dihuni mayoritas etnis Tionghoa.
Meskipun beberapa bangunan mengalami kerusakan dan menjadi sasaran vandalisme, nuansa sejarah kawasan ini tetap terasa kental.
Dinding yang lapuk, jendela kayu berukir, dan atap bergaya kolonial menjadi saksi bisu bahwa kawasan ini pernah menjadi pusat perekonomian Indramayu.
Bangunan-bangunan tersebut didukung kayu jati besar yang masih kokoh, disambung menggunakan pelat besi.
Baca juga: Kota Tua dan Harmoni Akan Direvitalisasi Jadi Kawasan TOD oleh MRT Jakarta
Menurut catatan Yayasan Indramayu Historia Foundation, bangunan di kawasan ini dibangun antara tahun 1820 hingga 1828 pada masa penjajahan Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).
“Pada masanya, kawasan ini merupakan jantung aktivitas warga Tionghoa sekaligus pusat ekonomi Indramayu,” ujar Nang Sadewo, Founder Yayasan Indramayu Historia Foundation, dalam sebuah wawancara pada Minggu (7/9/2025).
Kawasan Kota Tua Indramayu, seperti kota tua lainnya di Indonesia, terletak dekat aliran sungai.
Sungai Cimanuk menjadi jalur transportasi dan perniagaan yang vital bagi pengangkutan barang dagangan.
Sepanjang aliran sungai, bangunan dengan gaya arsitektur perpaduan antara Tionghoa dan Belanda masih terlihat.
Di Jalan Veteran, terdapat Vihara Dharma Rahayu yang sudah ada sejak tahun 1848, yang sebelumnya dikenal sebagai Klenteng An Tjeng Bio Indramayu.
Baca juga: Tak Seperti Jakarta atau Semarang, Ini Pesona Unik Kota Tua Gorontalo
Vihara ini dipindahkan ke lokasi sekarang oleh Tan Liong Siang pada tahun 1880.
Di Jalan Siliwangi, bangunan eks Stasiun Paoman masih berdiri, kini dihuni oleh keluarga pegawai kereta api yang pernah bertugas di sana.
Sementara itu, bangunan tua yang dulunya digunakan sebagai gudang juga masih ada.
Komoditas hasil bumi seperti padi dan rempah-rempah dari berbagai wilayah pernah diangkut ke Kawasan Kota Tua Indramayu sebelum dikirim ke Eropa lewat jalur laut, atau ke Stasiun Jatibarang untuk distribusi ke berbagai daerah, termasuk Cirebon dan Jakarta.