Buku Tanpa Ayah, Tanpa Arah Di berbagai belahan dunia, Hari Ayah yang jatuh pada 16 Juni dirayakan dengan semarak.
Sebagai contoh di Amerika Serikat, Kanada, dan Inggris.
Sayangnya, di tanah air perayaan Hari Ayah kurang bergema.
Hari Ayah adalah momen pengingat untuk menghormati ayah kita.
Itulah hari yang membawa kesadaran akan pentingnya peran sebagai ayah, ikatan ayah, dan pengaruh ayah dalam masyarakat.
Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pernah mengatakan bahwa "kesehatan dibuat di rumah".
Sementara itu, CEO African Center for Global Health and Social Transformation (ACHEST), Francis Omaswa menambahkan “Kesehatan dibuat di rumah, rumah sakit untuk perbaikan (penyembuhan).”
Keduanya menekankan peran penting yang dimainkan keluarga dan lingkungan rumah dalam membentuk kesehatan dan kesejahteraan secara keseluruhan.
Landasan kebugaran fisik, kognitif, emosional, mental, dan spiritual memang dimulai di rumah, di mana pengalaman hidup awal dan dinamika keluarga secara signifikan memengaruhi hasil kesehatan individu.
Temuan The World Needs A Father (TWNAF) di banyak negara selama 5 tahun terakhir telah menunjukkan bahwa kehidupan keluarga yang disfungsional adalah masalah terbesar di dunia dan ketidakhadiran ayah menjadi pusat dari banyak masalah sosial.
Sementara itu, Sarah Allen dan Kerry Daly dalam laporan aliansi penelitian keterlibatan ayah menunjukkan dampak positif dari keterlibatan ayah dalam mengasuh anak terhadap perkembangan kognitif, mental, emosional, sosial, jasmani dan rohani.
Ketidakhadiran ayah atau ketidakayahan (Fatherless) digunakan untuk menggambarkan individu yang tidak memiliki ayah, atau figur ayah dalam hidupnya baik secara emosional maupun fisik.
Ketidakhadiran ayah mengacu pada berbagai tingkat ketidakhadiran seorang ayah secara fisik atau emosional dalam kehidupan para seseorang.
Pengalaman tanpa ayah mengacu pada keadaan individu atau kolektif yang terdiri dari pengalaman orang dewasa laki-laki, dan menggambarkan situasi yang menandai saat-saat ketika laki-laki diidentifikasi sebagai anak yatim.
Fatherless adalah ketidakhadiran sosok ayah dalam kehidupan anak.
Penyebabnya beragam, mulai dari kematian, perceraian, kesibukan kerja, kekerasan dan seterusnya.
Selain Fatherless, ketidakhadiran peran ayah juga dikenal dengan istilah Father Loss, Father Hunger, dan Father Absence.
Intinya itu merupakan kondisi yang menyebabkan anak kehilangan kesempatan untuk berinteraksi dengan ayah.
Banyak pakar yang berpendapat bahwa ketidakhadiran ayah disebabkan karena tidak tinggal dalam satu rumah yang sama karena kekacauan, ketidakstabilan, hingga rusaknya hubungan antara ayah dan ibu.
Tidak sedikit yang mengartikan bahwa ketidakhadiran ayah mengarah pada tidak adanya interaksi antara anak dan ayah secara terus-menerus.
Ketiadaan ayah (Fatherless) bukan “monopoli” anak yatim atau anak yang terlahir tanpa ayah.
Namun, ketiadaan ayah pada dasarnya adalah ketika ayah hanya ada secara biologis namun tidak hadir secara psikologis pada jiwa anak.
Mereka mungkin ada secara fisik, tapi sejatinya “tiada” secara emosional.
Akibatnya fungsi ayah menyempit menjadi dua hal yaitu memberi nafkah dan memberi izin untuk menikah, sementara fungsi pengasuhan atau transfer nilai-nilai kebaikan justru hilang.
Dampak fatalnya adalah fenomena anak yang tak mendapatkan figur ayah dalam dirinya secara utuh.
Temuan berderet riset ini menunjukkan bahwa jika anak tumbuh tanpa figur ayah secara fisik maupun emosional, di kemudian hari anak-anak akan bermasalah secara psikologis.
Kemungkinan besar mereka akan cenderung lebih rendah diri, anti sosial, rentan depresi, tidak tentram, mengalami agresivitas dan negativisme, kesehatan raga lemah, hingga mudah terlibat dalam kekerasan, seks bebas, judi online, dan kriminalitas.
Baca buku sepuasnya di Gramedia Digital Premium
Mereka biasanya juga cenderung lemah secara kognitif.
Fenomena ketidakhadiran ayah pada anak tidak hanya dialami oleh anak yatim, melainkan juga dirasakan oleh anak-anak korban perceraian, anak yang lahir di luar pernikahan dan anak yang masih tinggal serumah dengan ayah tapi tidak mendapatkan cukup perhatian.
Di antara dampak dari ketidakhadiran ayah pada kehidupan anak adalah timbulnya luka ayah (Father Wound).
Itu terjadi ketika seorang anak tidak mendapatkan kasih sayang sebagaimana mestinya dari ayahnya – baik secara fisik maupun emosional.
Ketidakhadiran ayah menjadikan seorang anak merasa tidak penting, tidak layak dicintai, dan tidak diperhatikan.
Di sepanjang hidupnya, anak-anak dengan kondisi tersebut akan mengalami pergulatan hubungan.
Rendah diri menyebabkan individu mengembangkan kompleks inferioritas (Inferiority Complex) yang akan membentuk anak menjadi cenderung penakut, pemalu, dan merasa dirinya belum maksimal atau bahkan kalah dari orang lain.
“Luka ayah” juga menyebabkan seorang anak merasa tidak layak atau tidak berharga sehingga di kemudian hari anak-anak seperti itu akan mencari perhatian dan penegasan dari orang, benda, dan prestasi.
Nihilnya penegasan dari ayah menyebabkan luka pada anak.
Tak mengherankan bila banyak orang dewasa yang telah mencapai kesuksesan dengan jiwa terluka.
Mereka hanya menemukan bahwa apa yang mereka ingin penuhi akhirnya menyebabkan lebih banyak frustrasi.
Ayah yang tidak hadir tidak dapat memberikan cinta yang dibutuhkan anak dan perhatian untuk perkembangan emosional mereka.
Ketidakhadiran ayah secara emosional atau fisik membentuk remaja dan dewasa yang berjuang untuk melekat secara emosional dengan orang lain dan menerima atau menunjukkan cinta.
Ketika seorang ayah menahan cinta, berkat, dan penegasan, ini menyebabkan kurangnya penerimaan diri dan kepercayaan diri yang mendalam pada anak.
Efek dari luka ayah adalah harga diri yang rendah, rasa sakit emosional yang mendalam dan dapat menghasilkan orientasi kinerja yang menjadikan kita hanya sebagai "pelaku" daripada "makhluk".
Hal itu bisa menciptakan laki-laki yang tidak aman dalam “kejantanannya”.
Mereka menjadi bertanya-tanya jika mereka memiliki apa yang diperlukan, apakah mereka mampu melejitkan potensi diri atau mencapai kesuksesan.
Kurangnya penegasan dari ayah membuat mereka mencarinya dari hal atau orang lain.
Kehadiran ayah juga tidak kalah penting dalam perkembangan anak perempuan.
Harga diri mereka, bagaimana mereka melihat diri mereka sendiri, terkait dengan hubungan mereka dengan ayah.
Anak perempuan cenderung memandang diri mereka sendiri sebagaimana ayah mereka memandang mereka.
Mereka berharap diperlakukan seperti ayah mereka memperlakukan mereka.
Ketidakhadiran ayah tentu akan memengaruhi anak perempuan untuk mengembangkan keinginan untuk persetujuan dan perhatian darinya, dan dari orang lain.
Ia akan mencari perhatian dari pria atau anak laki-laki di tempat lain.
Buku Tanpa Ayah-Tanpa Arah: Menemukan Kembali Peran Ayah yang Hilang dalam Pola Pengasuhan Anak menguak fenomena ketiadaan figur ayah di sekitar kita.
Sarat dengan studi kasus, best practices, dan lessons learned yang memandu para ayah dan calon ayah untuk menjalankan peran terbaiknya untuk anak buah hati mereka tanpa terkesan menggurui.
Buku ini sudah bisa Anda dapatkan di Gramedia.com dan jaringan toko buku Gramedia di seluruh Indonesia mulai 9 Juli 2025.