Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

IDAI: Anemia Bisa Rusak Otak Anak dan Turunkan Kecerdasan, Ini Langkah Pencegahannya

Kompas.com - 17/06/2025, 16:00 WIB
Ria Apriani Kusumastuti

Penulis

KOMPAS.com – Anemia pada anak masih menjadi tantangan kesehatan serius di Indonesia.

Berdasarkan data yang dipaparkan dalam webinar “Anemia pada Anak” oleh Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Selasa (17/6/2025), prevalensi anemia defisiensi besi (ADB) di kalangan bayi dan anak-anak di Indonesia terbilang tinggi dan memerlukan perhatian lintas sektor.

Prof. Dr. dr. Harapan Parlindungan Ringoringo, Sp.A, Subsp.H.Onk(K), dari UKK Hematologi Onkologi IDAI, memaparkan bahwa berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 40 persen anak usia 6–59 bulan di dunia menderita anemia.

Sementara itu, data di Indonesia menunjukkan prevalensi anemia pada anak balita mencapai 38,5 persen (2021), dan sebanyak 50 persen di antaranya disebabkan oleh defisiensi zat besi.

“Di Kota Banjarbaru, insidens ADB pada bayi usia 0–12 bulan mencapai 47,4 persen. Ini berarti hampir setengah bayi mengalami anemia, dan itu sangat mengkhawatirkan,” jelas Prof. Parlin.

Baca juga: Bahaya Anemia: Tubuh Terlihat Sehat tapi Kekurangan Zat Besi

Penyebab dan dampak jangka panjang ADB

Menurut Prof. Parlin, penyebab utama anemia pada anak adalah rendahnya asupan zat besi, baik karena kurangnya cadangan zat besi sejak lahir maupun pola makan yang tidak menunjang.

Ia juga menekankan bahwa ADB dapat berdampak serius terhadap tumbuh kembang anak.

“ADB bukan hanya membuat anak tampak pucat dan lemas. Tapi juga bisa menimbulkan gangguan motorik, penurunan kemampuan kognitif, gangguan perilaku, bahkan kerusakan mielinisasi otak yang sifatnya ireversibel,” ujarnya.

Baca juga: Hari Sel Sabit Sedunia: Penyakit Langka yang Diam-diam Merenggut Nyawa di Usia Muda

Pentingnya skrining dan suplementasi dini

Ketua Umum IDAI, DR Dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A, Subsp.Kardio(K), dalam sambutannya menekankan pentingnya skrining dini dan pencegahan melalui suplementasi besi.

“IDAI merekomendasikan suplementasi besi 1 mg/kgbb/hari diberikan sejak bayi lahir, terutama bagi yang menerima ASI eksklusif. Karena meskipun ASI sangat baik, kandungan zat besinya masih belum cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi yang sedang tumbuh pesat,” tutur Piprim.

Ia juga menyebutkan bahwa skrining laboratorium universal sebaiknya dilakukan pada usia satu tahun untuk mendeteksi anemia sejak dini.

Baca juga: Talasemia Bukan Anemia Biasa, Ini Ciri-ciri yang Perlu Diwaspadai

Langkah strategis penanggulangan ADB

Dalam paparannya, Prof. Parlin juga menyampaikan sejumlah langkah yang dapat menurunkan prevalensi ADB di Indonesia. Langkah-langkah tersebut meliputi:

  • Meningkatkan pemberian ASI eksklusif
  • Fortifikasi zat besi pada makanan pendamping ASI
  • Pemberian suplemen zat besi sesuai rekomendasi usia
  • Edukasi gizi seimbang dan makanan tinggi zat besi
  • Penundaan penjepitan tali pusat saat persalinan

"Data menunjukkan hanya 4,2 persen bayi yang lahir dengan status besi normal. Maka, suplementasi menjadi krusial dan harus dimulai sejak dini," tegas Prof. Parlin.

Webinar yang dimoderatori oleh Prof. Dr. dr. I Dewa Gede Ugrasena, Sp.A, Subsp.H.Onk(K), dari Universitas Airlangga ini menegaskan bahwa pencegahan anemia pada anak memerlukan kolaborasi antara orang tua, tenaga kesehatan, dan pemangku kebijakan.

Tanpa upaya serius, ADB dapat menghambat masa depan generasi bangsa.

Oleh karena itu, IDAI mengajak semua pihak untuk lebih peduli terhadap kesehatan anak, khususnya dalam mencegah dan menangani anemia secara komprehensif sejak dini.

Di saat situasi tidak menentu, Kompas.com tetap berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update terkini dan notifikasi penting di Aplikasi Kompas.com. Download di sini


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau