KOMPAS.com – Obat steroid kerap digunakan untuk membantu mengendalikan peradangan pada sejumlah penyakit kronik anak, seperti lupus, leukemia, atau sindrom nefrotik.
Namun, penggunaan jangka panjang ternyata bisa menimbulkan efek samping serius, salah satunya menurunkan kepadatan tulang.
Hal ini diungkapkan oleh dr. Frieda Susanti, Sp.A(K), PhD, dokter spesialis anak konsultan endokrinologi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia–RSCM dan anggota UKK Endokrinologi Anak Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dalam webinar Gangguan Perkembangan Tulang pada Anak, Selasa (21/10/2025).
“Anak yang menggunakan steroid dalam jangka lama perlu mendapat perhatian khusus, karena obat ini dapat membuat tulang menjadi rapuh dan mudah patah,” ujar dr. Frieda.
Steroid atau kortikosteroid merupakan obat antiinflamasi kuat yang sering diresepkan untuk penyakit autoimun dan alergi berat.
Pada anak, obat ini membantu menekan sistem imun agar tidak menyerang jaringan tubuh sendiri, seperti pada lupus, asma berat, atau sindrom nefrotik.
Meski bermanfaat, dr. Frieda menegaskan bahwa penggunaan jangka panjang (berbulan hingga bertahun) dapat mengganggu metabolisme tulang.
“Steroid menurunkan pembentukan tulang baru dan meningkatkan penghancuran tulang lama. Akibatnya, massa tulang berkurang dan anak berisiko mengalami osteoporosis sekunder,” jelasnya.
Selain itu, steroid juga bisa menurunkan penyerapan kalsium dari usus serta meningkatkan pengeluarannya melalui urin.
Kondisi ini membuat kadar kalsium dalam tubuh menurun, padahal kalsium merupakan mineral utama pembentuk tulang.
Baca juga: Mengapa Krim Wajah Mengandung Steroid Berbahaya?
Berbeda dengan orang dewasa, osteoporosis pada anak sering kali tidak terdeteksi karena gejalanya tidak khas.
Anak tidak selalu mengeluh nyeri, tetapi bisa menunjukkan tanda seperti tulang mudah patah meski hanya karena jatuh ringan atau aktivitas harian biasa.
“Kalau anak mengalami fraktur berulang tanpa trauma berat, misalnya jatuh biasa tapi langsung patah, itu sudah perlu dicurigai,” kata dr. Frieda.
Osteoporosis pada anak dibedakan menjadi:
Anak dengan penyakit kronik yang membutuhkan steroid jangka panjang termasuk kelompok risiko tinggi osteoporosis sekunder.
Dalam praktik klinis, diagnosis dilakukan melalui pemeriksaan bone mineral density (BMD) menggunakan Dual-energy X-ray Absorptiometry (DXA) dengan hasil Z-score, bukan T-score seperti pada orang dewasa.
Baca juga: Awas Ketergantungan, Jangan Asal Mengobati Eksim dengan Steroid
Dokter Frieda menunjukkan beberapa contoh radiologi dari pasien anak yang mengalami fraktur tulang punggung (vertebra) setelah menjalani terapi steroid dalam waktu lama.
Kondisi ini dapat menyebabkan nyeri punggung kronik, postur bungkuk, hingga penurunan tinggi badan.
Oleh karena itu, pasien anak dengan terapi steroid rutin perlu pemantauan berkala, baik dari sisi dosis, durasi, maupun efek terhadap pertumbuhan dan kepadatan tulang.
Langkah pencegahan dan penanganan
Menurut dr. Frieda, tidak semua anak yang mendapat steroid akan langsung mengalami tulang rapuh.
Risiko meningkat jika dosis tinggi digunakan terus-menerus tanpa pengawasan ketat.
Beberapa langkah yang bisa dilakukan untuk mencegah kerusakan tulang akibat steroid antara lain:
Gunakan steroid sesuai anjuran dokter
Jangan menambah dosis atau memperpanjang durasi tanpa petunjuk dokter.
Konsumsi makanan tinggi kalsium dan vitamin D, seperti susu, keju, ikan, serta paparan sinar matahari pagi secara rutin.
Aktivitas ringan seperti berjalan atau berenang membantu merangsang pertumbuhan tulang.
Pemeriksaan BMD atau foto rontgen dapat membantu mendeteksi dini tanda-tanda osteoporosis.
Baca juga: IDAI: Penyalahgunaan Obat Steroid untuk Anak Gemuk Sering Terjadi
Steroid tetap memiliki peran penting dalam pengobatan berbagai penyakit anak.
Namun, penggunaannya perlu disertai kesadaran akan efek jangka panjang terhadap kesehatan tulang.
Penggunaan steroid jangka panjang pada anak memang dapat membantu mengatasi penyakit serius, tetapi juga membawa risiko bagi kesehatan tulang.
Dengan pengawasan dokter, nutrisi yang cukup, dan gaya hidup aktif, risiko tulang rapuh dapat diminimalkan.
“Anak dengan penyakit kronik tetap bisa tumbuh dengan baik selama terapi dilakukan dengan bijak,” tutup dr. Frieda.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang